Sudan yang dulu ia bantu meraih kemerdekaannya, kini terbakar api perang saudara. Setali tiga uang dengan Mesir, Libya, Suriah, Irak, dan Tunisia.
Ia juga bakal terpana melihat Putin menyerang Ukraina hanya karena sentimen yang diembuskan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Bung Besar pun akan terkejut mengamati Amerika Serikat yang hari ini mulai terseok-seok di tubir zaman.
Menurut Yuval Noah Harari dalam Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia (2011), saat ini, dua ratus negara moderen makin banyak berbagi masalah yang sama.
Rudal balistik antarbenua dan bom atom tak kenal batas negara, dan tak ada negara yang bisa mencegah perang nuklir sendirian.
Perubahan iklim juga mengancam kemakmuran dan kelestarian umat manusia, dan tiada satu pemerintahan pun yang bisa sendirian menghentikan pemanasan global.
Tantangan lebih besar lagi diajukan oleh teknologi baru seperti rekayasa biologis dan kecerdasan buatan.
Teknologi-itu bahkan dapat digunakan untuk merekayasa tubuh dan akal budi kita, bukan hanya bisa digunakan untuk senjata dan kendaraan.
Teknologi bahkan dapat digunakan untuk menciptakan bentuk kehidupan yang sepenuhnya baru, dan mengubah jalur evolusi pada masa depan. Siapa yang akan memutuskan apa yang harus dilakukan dengan kemampun mencipta tingkat dewa serupa itu?
Tak mungkin manusia bisa menghadapi tantangan-tantangan ini tanpa kerja sama global. Kita lihat saja bagaimana kerja sama semacan itu diwujudkan.
Kerja sama global barangkali hanya bisa diwujudkan melalui bentrokan keras dan pendirian imperium penakluk baru, atau manusia dapat menemukan cara lebih damai untuk bersatu.
Selama 2.500 tahun sejak Koresh Agung, imperium demi imperium menjanjikan membangun tatanan politik universal demi kemaslahatan semua manusia.
Semuanya berdusta dan semuanya gagal. Tak ada imperium yang sungguh universal, maupun mengabdi demi kemaslahatan anak cucu manusia.
Britania Raya, Prancis, Amerika, Rusia, adalah imperium kiwari yang juga gagal mewujudkan dunia yang lebih tercerahkan. Akankah imperium masa depan bisa lebih baik dari para pendahulunya?
Meskipun beberapa gagasan dan cita-cita Sukarno belum terwujud secara penuh menyeluruh, warisan pemikirannya tetap memengaruhi pola pikir dan pandangan politik bangsa Indonesia dan masyarakat dunia—sampai sekarang.
Itulah kiranya yang mungkin bisa dijadikan lahan garapan bagi pemimpin Indonesia berikutnya, setelah Presiden Jokowi.
Sukarno bagi bangsa ini, serupa pohon yang akarnya tertancap kuat di pekarangan rumah, tapi buahnya tersebar ke segala penjuru mata angin.
Dirgahayu ke-122 untuk Putra Sang Fajar. Terimakasih berdaun-daun, telah mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah pergaulan mancanegara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.