Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Surat Denny Indrayana untuk Megawati, Sekjen PDI-P: Tuduhan yang Berlebihan

Kompas.com - 05/06/2023, 05:11 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai pakar hukum tata negara Denny Indrayana berlebihan menuding masih adanya gerakan atau upaya perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, Denny mengirimkan surat kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk mengingatkan masih adanya gerakan-gerakan tersebut.

"Ya itu tuduhan yang berlebihan dari Pak Denny Indrayana," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta, Jumat (2/6/2023).

Hasto mengungkit bahwa sistem pemilihan legislatif (pileg) pernah diubah dari tertutup menjadi terbuka pada Desember 2008.

Baca juga: Babak Baru Isu Bocornya Putusan MK soal Pemilu Tertutup: Denny Indrayana Dilaporkan, Bareskrim Turun Tangan

Dia yakin, perubahan sistem politik itu sudah diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan perolehan suara Partai Demokrat yang dikatakannya mencapai 300 persen.

Perlu diketahui, Denny adalah Wakil Menteri Hukum dan HAM era kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres kala itu, Boediono.

"Kalau beliau berkaca, harusnya Denny membuat surat terbuka menjelaskan tentang berbagai manuver kekuasaan sehingga Partai Demokrat bisa naik 300 persen," ujar Hasto.

"Itu kalau ingin membangun demokrasi Indonesia yang sehat, agar berbagai manipulasi DPT (daftar pemilih tetap) itu tidak terjadi lagi," tambahnya.

Baca juga: Denny Indrayana Kirim Surat ke Megawati, Singgung Soal Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Presiden

Lebih jauh, Hasto pun menantang Denny untuk membuktikan tuduhannya itu dengan menyambangi Pacitan, salah satu daerah perolehan suara terbesar Partai Demokrat.

"Kalau tidak percaya silakan datang di Pacitan, silakan datang di Ponorogo di mana DPT nya memang dimanipulasi, sehingga perolehan suaranya meningkat drastis di basis partai tersebut," terang Hasto.

Dia menerangkan, Denny perlu berkunjung ke daerah-daerah itu jika ingin disebut sebagai sosok pemikir bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.

Di sisi lain, Hasto mengaku juga akan berkirim surat balasan ke Denny untuk menjelaskan argumentasinya.

Baca juga: Eks Hakim Sebut Denny Indrayana Bisa Kena “Blacklist” MK Imbas Pernyataan soal Putusan Pemilu Tertutup

"Nanti saya kirim surat ke Denny. Hasil research saya ketika saat itu di Australia, tahun 2010, untuk mencari jawaban mengapa ada satu partai yang naik hingga 300 persen," kata dia.

Terakhir, Hasto menegaskan bahwa Megawati selalu memperjuangkan politik kebenaran di mana pelaksanaan Pemilu tak boleh sedikitpun ditunda atau bahkan memperpanjang masa jabatan presiden.

Menurut Hasto, sikap Megawati dalam menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sudah sangat jelas.

"Sehingga dalam konteks ini mari kita wujudkan pemilu itu dengan sebaik-baiknya. Jangan curiga berlebihan, jangan prejudice berdasarkan pengalamannya sendiri di masa lalu," kata dia.

"Ibu Mega punya komitmen yang sangat kuat untuk menegakkan demokrasi, bahkan kantor ini jadi simbol demokrasi ketika kekuasaan yang otoriter meluluhlantakkan kantor ini dan kami terus berjuang demi tegaknya nilai-nilai demokrasi itu," sambung Hasto.

Baca juga: Ketika Denny Indrayana Bandingkan Kasus Moeldoko Vs Demokrat dengan Kudeta PDI Megawati

Sebelumnya diberitakan, Denny Indrayana mengirimkan surat untuk Megawati Soekarnoputri. Dalam surat yang dibuat 2 Juni 2023 itu, ia mengingatkan Megawati bahwa gerakan perpanjangan jabatan Presiden Joko Widodo masih berlangsung hingga saat ini.

"Ibu Megawati, gerakan penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi masih terus serius dikerjakan sekelompok pihak. Ini berbahaya dan bisa menjerumuskan bukan hanya Pak Jokowi, tapi kita semua sebagai bangsa,” tutur Denny dalam surat tersebut.

Kompas.com telah mendapatkan izin untuk mengutip isi surat tersebut oleh Denny Indrayana.

Ia menuturkan, gerakan untuk memperpanjang jabatan presiden maupun penundaan pemilu saat ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, bakal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka.

“Dibelokkan menjadi wacana politik, yang dapat berakibat penundaan pemilu,” ucap dia.

Kedua, upaya untuk merebut kedaulatan Partai Demokrat melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

Saat ini, kubu Moeldoko tengah mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) untuk mengesahkan AD/ART tandingan yang mengesahkan Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat.

“Jika modus Moeldoko merebut Demokrat disahkan oleh PK di Mahkamah Agung, maka imbasnya bisa menunda pemilu. Karena, saya duga, Demokrat tidak akan diam, demikian juga pendukung bacapres yang dirugikan,” paparnya.

Terakhir, ia meminta agar Megawati ikut mengambil tindakan untuk menghentikan gerakan perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu.

“Silahkan Ibu cek informasi ini dan mohon hentikan siasat penundaan pemilu yang nyata-nyata melanggar konstitusi,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jasa Raharja Santuni Seluruh Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Seluruh Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangi Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangi Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com