Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Hakim: MK Harus Punya Alasan Mendasar jika Ubah Sistem Pemilu

Kompas.com - 01/06/2023, 22:25 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks hakim konstitusi dua periode, I Dewa Gede Palguna berpendapat, Mahkamah Konstitusi (MK) betul-betul harus punya alasan fundamental jika memutuskan mengubah pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka murni yang saat ini diterapkan Indonesia.

Sebab, penerapan sistem ini sebelumnya merupakan amar putusan MK pula, tepatnya pada 2008.

"MK telanjur memilih bahwa sistem pemilunya yang lebih demokratis adalah yang proporsional terbuka," kata Palguna ketika dihubungi pada Kamis (1/6/2023).

"Walaupun menurut saya seharusnya dulu MK tidak masuk ke persoalan itu untuk mengatakan (sistem pemilu tertentu) konstitusional atau tidak, sekarang ada atau tidak alasan mendasar perubahan mendasar dalam praktik ketatanegaraan sehingga MK harus mengubah pendiriannya? Kalau tidak ada, ya sudah, berarti tetap pada pendirian yang dulu," kata dia.

Baca juga: Polemik Sistem Pemilu: MK yang Memulai, MK Pula yang Mengakhiri?

Palguna menyebut bahwa bergantinya paradigma yang menyebabkan perubahan putusan ini sah-sah saja berdasarkan teori hukum.

Di belahan dunia lain pun, situasi ini pernah terjadi di Amerika Serikat (AS) yang sebetulnya sangat ketat menerapkan doktrin "precedent", yakni putusan hukum akan mengacu pada putusan sebelumnya jika merupakan perkara serupa.

Palguna menyinggung bagaimana AS pernah menyatakan pemisahan sekolah berdasarkan warna kulit merupakan sesuatu yang konstitusional, sepanjang terdapat perlakuan setara antara satu sama lain.

Namun, pada 1953, buntut diskursus terkait pendidikan kulit putih versus cokelat, Mahkamah Agung mengubah pendiriannya 180 derajat, menyatakannya inkonstitusional.

"Persoalannya bukan boleh atau tidak boleh berubah, tapi mengapa dia berubah. Itu yang harus dijelaskan (MK) dalam pertimbangan hukumnya," ujar Palguna.

"Bukan berubah tanpa alasan jelas yang bisa membuat masyarakat tidak bisa memegang mana sesungguhnya yang harus dipegang, kalau perubahannya tidak didasari argumentasi yang kuat," kata dia.

Baca juga: Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim konstitusi akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.

Sidang pemeriksaan sudah rampung digelar pada Selasa pekan lalu.

RPH berlangsung secara tertutup di lantai 16 Gedung MK dan hanya diikuti oleh 9 hakim konstitusi dan beberapa pegawai yang disumpah untuk menjaga kerahasian putusan.

Masing-masing hakim konstitusi akan membuat legal opinion sebelum tiba pada putusan bersama, meskipun hakim yang berbeda pendapat bisa menyampaikan dissenting opinion dalam putusan tersebut.

Setelah putusan dihasilkan lewat RPH, panitera akan mengagendakan sidang pembacaan putusan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com