JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai seharusnya tidak cawe-cawe dalam urusan politik menjelang akhir masa jabatannya, dan sepatutnya membiarkan terjadi persaingan sehat di antara partai politik dan para kandidat bakal calon presiden (capres) yang akan mengikuti pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Mulyanto menilai cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 dikhawatirkan terlalu jauh dan bisa mencederai proses demokrasi.
"Ini kan utamanya soal partisipasi publik dan otoritas partai. Biarkan publik dan partai berdaulat menentukan siapa yang berhak melanjutkan kursi kepemimpinan nasional," kata Mulyanto kepada awak media, seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu (31/5/2023).
Baca juga: Nasdem Minta Jokowi Juga Cawe-cawe ke MK untuk Urusan Sistem Pemilu
Anggota Komisi VII DPR RI itu juga berharap Jokowi bersikap adil dan tidak menutup kesempatan kepada kelompok atau kandidat bakal capres tertentu untuk bersaing dalam Pemilu atau Pilpres.
Saat ini PKS adalah salah satu partai politik yang berada dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), bersama dengan Partai Nasdem dan Partai Demokrat. Ketiganya sepakat mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai
Menurut Mulyanto, Presiden Jokowi seharusnya memahami setiap periode pemerintahan memiliki jangka waktu yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu, kata dia, Jokowi harus menghormati mekanisme pergantian kekuasaan ini dengan dewasa dan tidak ikut campur.
"Bukan dengan sibuk cawe-cawe mendukung satu kandidat sambil menjegal kandidat lainnya," ujar Mulyanto.
Baca juga: Istana Sebut Cawe-cawe Jokowi Bukan Berarti Beri Dukungan ke Capres Tertentu
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui bahwa dirinya cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pilpres 2024.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5/2023) sore.
Ia menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.
Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
Baca juga: Jokowi Akui Cawe-cawe untuk Pilpres 2024, Anies: Kami Harap Itu Tidak Benar
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," katanya di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin (29/5/2023).
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.