Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu: Mantan Terpidana Bisa Jadi Caleg setelah 5 Tahun Bebas Murni dari Semua Hukuman

Kompas.com - 30/05/2023, 12:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegaskan eks terpidana dengan ancaman 5 tahun penjara harus menunggu masa jeda 5 tahun usai bebas murni, sebelum dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Bawaslu RI meminta semua pihak merujuk pada amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan hal ini.

"Kalau ada yang belum 5 tahun maka mau tidak mau tidak memenuhi syarat, nah itu yang harus diawasi oleh Bawaslu," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Senin (29/5/2023), dikutip Tribunnews.

Bawaslu RI beranggapan, titik tolak perhitungan masa jeda 5 tahun itu yakni setelah terpidana betul-betul tak lagi menjalani pidana apa pun, termasuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Baca juga: Vote Getter, Jadi Alasan Parpol Tetap Usung Caleg Koruptor

"Batasannya jelas: setelah tidak dihukum lagi, baik di dalam penjara maupun di luar penjara. Kapan seharusnya yang bersangkutan bebas dari semua (kaitan dengan) lembaga pemasyarakatan dan semua hukuman? Ambil jaraknya 5 tahun setelah itu," jelasnya.

Dihubungi Kompas.com pada Selasa (30/5/2023), Bagja memberi contoh, jika seorang terpidana dicabut hak politiknya untuk dipilih selama 3,5 tahun, maka yang bersangkutan perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi.

Masa jeda 5 tahun itu dihitung setelah bebas murni dari segala hukuman. Dalam hal ini, dihitung sejak yang bersangkutan selesai dicabut hak politiknya 3,5 tahun di luar penjara.

Sehingga, ia baru bisa maju caleg 8,5 tahun setelah keluar penjara.

Baca juga: Mantan Napi Korupsi Daftar Caleg di Buleleng, Hanura: Kami Publikasikan Terbuka soal Dia Dipenjara

Sebagai misal, seseorang dipidana 10 tahun penjara dan bebas dari kurungan pada tahun 2021. Karena divonis 3,5 tahun pencabutan hak politik, maka ia belum dapat maju sebagai caleg pada 2024.

Sebab, ia baru bebas murni dari segala pidana, baik pidana pokok maupun pidana tambahan, pada tahun 2024 itu.

Ia lalu masih harus menjalani masa jeda 5 tahun lagi, dihitung sejak bebas murni 2024, sebagai eks terpidana yang diancam hukuman lebih dari 5 tahun kurungan.

Artinya, baru pada 2029 ia bisa mencalonkan diri.

"Harus dilihat amarnya, yang jelas kita harus lihat amarnya putusan MK: 5tahun setelah lepas dari semuanya," kata Bagja.

Baca juga: Litbang Kompas: Publik Tak Setuju Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Ini membuat Bawaslu RI memiliki interpretasi berbeda dengan KPU RI.

Dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU mencantumkan ketentuan yang intinya, jika eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara juga menjalani vonis tambahan pencabutan hak politik, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun untuk bisa maju sebagai caleg.

KPU berujar, ketentuan itu merujuk pada bagian pertimbangan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.


KPU beralasan bahwa pertimbangan itu satu kesatuan dengan amar putusan MK yang menyatakan bahwa eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara perlu menunggu masa jeda 5 tahun sebelum maju sebagai caleg.

Dengan ini, maka jika seorang terpidana dicabut hak politiknya 3,5 tahun, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi untuk maju caleg. Cukup 3,5 tahun itu saja.

Argumentasi ini dikritik Indonesia Corruption Watch dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Mereka menilai KPU harus konsisten dengan amar putusan MK, terlepas dari adanya pidana tambahan, yaitu adanya masa jeda 5 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com