Bawaslu RI meminta semua pihak merujuk pada amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan hal ini.
"Kalau ada yang belum 5 tahun maka mau tidak mau tidak memenuhi syarat, nah itu yang harus diawasi oleh Bawaslu," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Senin (29/5/2023), dikutip Tribunnews.
Bawaslu RI beranggapan, titik tolak perhitungan masa jeda 5 tahun itu yakni setelah terpidana betul-betul tak lagi menjalani pidana apa pun, termasuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
"Batasannya jelas: setelah tidak dihukum lagi, baik di dalam penjara maupun di luar penjara. Kapan seharusnya yang bersangkutan bebas dari semua (kaitan dengan) lembaga pemasyarakatan dan semua hukuman? Ambil jaraknya 5 tahun setelah itu," jelasnya.
Dihubungi Kompas.com pada Selasa (30/5/2023), Bagja memberi contoh, jika seorang terpidana dicabut hak politiknya untuk dipilih selama 3,5 tahun, maka yang bersangkutan perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi.
Masa jeda 5 tahun itu dihitung setelah bebas murni dari segala hukuman. Dalam hal ini, dihitung sejak yang bersangkutan selesai dicabut hak politiknya 3,5 tahun di luar penjara.
Sehingga, ia baru bisa maju caleg 8,5 tahun setelah keluar penjara.
Sebagai misal, seseorang dipidana 10 tahun penjara dan bebas dari kurungan pada tahun 2021. Karena divonis 3,5 tahun pencabutan hak politik, maka ia belum dapat maju sebagai caleg pada 2024.
Sebab, ia baru bebas murni dari segala pidana, baik pidana pokok maupun pidana tambahan, pada tahun 2024 itu.
Ia lalu masih harus menjalani masa jeda 5 tahun lagi, dihitung sejak bebas murni 2024, sebagai eks terpidana yang diancam hukuman lebih dari 5 tahun kurungan.
Artinya, baru pada 2029 ia bisa mencalonkan diri.
"Harus dilihat amarnya, yang jelas kita harus lihat amarnya putusan MK: 5tahun setelah lepas dari semuanya," kata Bagja.
Ini membuat Bawaslu RI memiliki interpretasi berbeda dengan KPU RI.
Dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU mencantumkan ketentuan yang intinya, jika eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara juga menjalani vonis tambahan pencabutan hak politik, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun untuk bisa maju sebagai caleg.
KPU berujar, ketentuan itu merujuk pada bagian pertimbangan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.
Dengan ini, maka jika seorang terpidana dicabut hak politiknya 3,5 tahun, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi untuk maju caleg. Cukup 3,5 tahun itu saja.
Argumentasi ini dikritik Indonesia Corruption Watch dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Mereka menilai KPU harus konsisten dengan amar putusan MK, terlepas dari adanya pidana tambahan, yaitu adanya masa jeda 5 tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/30/12584471/bawaslu-mantan-terpidana-bisa-jadi-caleg-setelah-5-tahun-bebas-murni-dari