Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Gibran antara "Main" Dua Kaki dan Kacang Lupa Kulitnya

Kompas.com - 22/05/2023, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Politik itu butuh komitmen, memerlukan dedikasi dan loyalitas serta prestasi kepada partai yang mengusungnya. Jika tidak membutuhkan partai, tentu bisa memilih berjuang di jalur independen atau memilih partai lain yang bisa memberi toleransi permainan politik “dua kaki”.

Harusnya Gibran bisa belajar bagaimana kesetiaan PDIP terhadap rezim Jokowi selama dua periode. Hanya PDIP yang berani “pasang” badan membela kebijakan-kebijakan Jokowi yang tidak populis di mata rakyat.

Di saat minyak goreng susah didapat, PDIP yang membela habis Jokowi. Di saat Jokowi gamang menghadapi pandemi di awal merebaknya Covid-19, PDIP pula yang memberikan dukungan penuh.

Di saat keterbelahan parlemen karena masih “ngototnya” kubu Prabowo – Hatta Rajasa menolak kekalahannya di Pilpres 2019, PDIP tetap konsisten berdiri di belakang Jokowi.

Seharusnya, Jokowi bisa meminta Gibran untuk belajar dari relasi partai-partai dengan Istana selama memimpin.

Bagaimana kesetiaan Nasdem terhadap Jokowi hanya bersifat “kosmetik”, demikian pula dengan penumpang-penumpang “gelap” di setiap Pilpres, yang lebih menikmati jabatan dibandingkan partai yang gigih menyokongnya.

Rencana pemanggilan Gibran ke DPP PDIP pada Senin (21/5/2023), adalah wajar ketika partai ingin meminta klarifikasi dari Gibran mengenai insiden kehadirannya di acara dukungan Relawan Jokowi dan Gibran terhadap Prabowo.

Penegakkan aturan partai terhadap Gibran juga wajar mengingat partai memiliki aturan dan mekanisme untuk mentertibkan anggotanya agar “segaris” dengan kebijakan ketua umum dan dewan pimpinan pusat partainya.

Andai saja Gibran mau belajar dengan prinsip-prinsip dan “lelakon” kepemimpinan tentu dirinya akan mempunyai identitas politik yang tidak harus “terbebani” dengan warisan kepemimpinan ayahnya.

PDIP bisa memberikan pencalonan presiden kepada “orang luar” dan bukan dari golongan “darah biru” yang terkait dengan Soekarno. Apakah Gerindra bisa mengusung Capres selain Prabowo Subianto?

Padahal, tipe kepemimpinan ayahnya begitu mirip dengan Ganjar dan berbeda dengan gaya kepemimpinan Prabowo yang lekat dengan militer. Baik Jokowi dan Ganjar adalah tumbuh dari keluarga miskin, yang bercita-cita memakmurkan rakyat melalui kepemimpinan tingkat lokal.

Jokowi dan Ganjar adalah role model pola kepemimpinan PDIP, mereka bisa menjadi kepala daerah dan pemimpin melalui proses penjaringan dan perjuangan dari bawah. Karena berasal dari masyarakat bawah, Jokowi dan Ganjar begitu jelas keberpihakkannya terhadap rakyat kecil.

Gibran harusnya belajar banyak mengenai sosok kepemimpinan Prabowo, mulai dari militer hingga menjadi menteri di era bapaknya menjabat. Gibran bisa menjadi wali kota karena privilege ayahnya sebagai presiden.

Saya kerap mendapat keluhan dari banyak kepala daerah yang merasa iri dengan keberuntungan menjadi wali kota di Solo atau Medan.

Jika kepala daerah ingin mendapat alokasi proyek-proyek bantuan dari pusat harus “merengek” bahkan “mengemis” agar bisa mendapat secuil perhatian dari Jakarta. Menelpon menteri pun seperti keadaan tanpa sinyal.

Gibran setidaknya tidak melupakan ajaran Jawa bahwa “kacang ojo lali karo lanjarane”.

Prinsip kacang tidak boleh melupakan kulitnya tidak boleh dimiliki oleh calon-calon pemimpin kita kelak. Seorang pemimpin harus ”istiqomah”, teguh pendiriannya serta selalu konsekuen dan tegak lurus.

Siapa tahu usai dari Solo, Gibran akan menggantikan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah atau menjadi presiden seperti ayahnya kelak. Entah partai apa yang menjadi pilihan Gibran nanti.

"Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang". – Bung Karno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com