Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/05/2023, 12:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEWAKTU awal bergabung dengan salah satu organisasi mahasiswa yang ternyata punya afiliasi politik, saya terkejut mendapati bahwa ternyata begitu kerasnya layar belakang panggung politik.

Beruntung ketika itu berhasil menempatkan posisi netral di antara kubu yang bertikai, meski “disogok sepiring mie spesial”. Sehingga tak sempat ikut forum lempar kursi. Peristiwa itu menjadi trauma politik.

Dan ketika dua tahun setelahnya salah satu parpol “meminang” untuk terjun bebas ke politik praktis dengan jaminan kursi dewan, dengan “senang hati” saya tolak.

Satu-satunya keuntungan yang tersisa masih punya relasi politis dengan para senator yang dulu sehaluan di ormas.

Saya ingat petuah Joseph Schumpeter,"Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri."

Ungkapan Schumpeter bukan basa-basi, itu realitas. Apalagi setelah membongkar tuntas buku Dari Soekarno Sampai SBY, Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa karya Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A.

Buku yang mengupas sisi lain politik yang cenderung remang-remang mendekati gelap para presiden, yang bikin kita geleng-geleng kepala. Berbaur antara kepiawaian intelektualitas dengan sisi emosional, praktik buruk para presiden.

Kita bahkan menemukan narasi-narasi yang cenderung mengambarkan betapa orang besar sekalipun, punya sisi pribadi yang bisa dibilang tak layak dipertunjukkan, ajaibnya itu jelas terpampang dalam buku setebal 396 halaman. Dusta manalagi yang akan dibantah dari fakta-fakta itu?

Cobalah juga telusuri buku Perang Bintang 2014, Burhanuddin Muhtadi Pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) atau buku Di Balik Reformasi 1999, Laksamana Sukardi, semua tentang gambar buram politik kita.

Pilpres 2024, kurang lebih tinggal 173 hari lagi. Tentu saja barisan saf pembentukan koalisi makin intens dan rapat.

Apalagi pembicaraan jika bukan soal suksesi kepemimpinan, pastilah politik trah, oligarki parpol, konsolidasi politik, perilaku elite, segmentasi atau klaster pemilih, hingga prospek dan nasib partai-partai politik peserta pemilu, termasuk parpol Islam.

Meski peran publik dalam kontrol politik menguat, tetap masih dibayangi antipasti berpolitik pada sebagian orang.

Pekerjaan rumah besar “mendewasakan” demokrasi kita yang sering tidak prosedural. Memperbaiki partai politik, mengokohkan demokrasi, bahwa politik bukan hanya sekadar kontes idola dan pencitraan menuju kekuasaan.

Apakah konsolidasi demokrasi kita bisa lebih baik dari pilpres sebelumnya? Peristiwa politik dahulu mestinya bisa jadi feedback merumuskan strategi dan positioning tepat di benak para politisi.

Tapi jika melihat dinamika partai politik memang tak bisa dilihat dari perspektif kekurangannya saja, tetap saja harus disertai optimisme.

Bagaimanapun melalui partailah fungsi agregasi kepentingan harus diperjuangkan menjadi kebijakan yang seharusnya memperkuat kualitas demokrasi kita.

Dramaturgi Hoffman

Geliat politik kita seringkali lebih dipengaruhi tarik menarik kepentingan di panggung belakang layar. Meminjam istilah Erving Goffman.

Teori dramaturgi Goffman menjelaskan kehidupan sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan pengaturan panggung dan akting individunya. Goffman menyebutnya sebagai “panggung depan” (front) dan “panggung belakang” (back).

Dunia politik kita seringkali lebih otentik di panggung belakang ketimbang panggung depan. Ibarat acara pamer cakap politik di televisi, panggung belakang ini seperti percakapan off-air yang lebih menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi ketimbang dialog on-air.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Naik Tank Amfibi Marinir, Jokowi Inspeksi Pasukan Upacara HUT TNI

Naik Tank Amfibi Marinir, Jokowi Inspeksi Pasukan Upacara HUT TNI

Nasional
'Rayuan' Puan Datangi Jusuf Kalla, Golkar Putar Haluan?

"Rayuan" Puan Datangi Jusuf Kalla, Golkar Putar Haluan?

Nasional
Geger Korupsi di Kementan, Jurus 'Menghilang' Syahrul Yasin Limpo, dan Dugaan Pemerasan

Geger Korupsi di Kementan, Jurus "Menghilang" Syahrul Yasin Limpo, dan Dugaan Pemerasan

Nasional
Paloh Bakal Bahas soal Dugaan Pemerasan KPK di Kasus Syahrul Yasin Limpo Hari Ini

Paloh Bakal Bahas soal Dugaan Pemerasan KPK di Kasus Syahrul Yasin Limpo Hari Ini

Nasional
Pengacara Sebut Mentan Syahrul Janji Kooperatif Hadapi Kasus Korupsi Kementan

Pengacara Sebut Mentan Syahrul Janji Kooperatif Hadapi Kasus Korupsi Kementan

Nasional
Refleksi dan Retrospeksi HUT Ke-78 TNI

Refleksi dan Retrospeksi HUT Ke-78 TNI

Nasional
Mahfud Bocorkan Status Tersangka Mentan, Syahrul Yasin Limpo Pun Tiba di Jakarta

Mahfud Bocorkan Status Tersangka Mentan, Syahrul Yasin Limpo Pun Tiba di Jakarta

Nasional
Minta Jawara Jaga TPS Saat Pilpres 2024, Anies: Di Luar Banyak Intimidasi

Minta Jawara Jaga TPS Saat Pilpres 2024, Anies: Di Luar Banyak Intimidasi

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Telah Menghadap Surya Paloh, Jelaskan Kasusnya di KPK

Mentan Syahrul Yasin Limpo Telah Menghadap Surya Paloh, Jelaskan Kasusnya di KPK

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Bakal Menghadap Presiden Jokowi di Istana Hari Ini

Mentan Syahrul Yasin Limpo Bakal Menghadap Presiden Jokowi di Istana Hari Ini

Nasional
Menghitung Peluang Jokowi Nakhodai PDI-P Usai Tak Jabat Presiden

Menghitung Peluang Jokowi Nakhodai PDI-P Usai Tak Jabat Presiden

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Tunjuk Febri Diansyah Jadi Pengacara Usai Disebut Sudah Tersangka

Mentan Syahrul Yasin Limpo Tunjuk Febri Diansyah Jadi Pengacara Usai Disebut Sudah Tersangka

Nasional
Tanggal 6 Oktober Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Oktober Memperingati Hari Apa?

Nasional
Surya Paloh Perintahkan Syahrul Yasin Limpo Pulang untuk Patahkan Asumsi 'Hilang'

Surya Paloh Perintahkan Syahrul Yasin Limpo Pulang untuk Patahkan Asumsi "Hilang"

Nasional
Ditanya soal Keberadaan Syahrul Yasin Limpo usai Kembali ke Tanah Air, Waketum Nasdem: Belum Tahu

Ditanya soal Keberadaan Syahrul Yasin Limpo usai Kembali ke Tanah Air, Waketum Nasdem: Belum Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com