Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persepi Ungkap Pernah Depak Lembaga Survei Karena Hasil Hitung Cepat

Kompas.com - 18/05/2023, 14:13 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpungan Survei Opini Publik Indonesia (Presepi) Philip J Vermonte mengatakan, organisasinya pernah menghukum tiga lembaga survei lantaran memiliki hasil berbeda saat melakukan hitung cepat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu.

Ia menceritakan, saat itu pilpres diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajassa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ketika proses pemungutan suara berlangsung, sepuluh lembaga survei kemudian menyelenggarakan hitung cepat.

Hasilnya, mayoritas lembaga survei menyatakan pasangan Jokowi-JK unggul dibandingkan dengan Prabowo-Hatta.

Baca juga: Persepi Ingatkan Bahaya Survei Abal-abal yang Menjamur Jelang Pemilu 2024

"Yang 7 bilang pak Jokowi menang, yang 3 bilang pak Prabowo, karena itu ruwet urusannya. Dan itu semua (10 lembaga adalah) anggota Persepi," ujar Philip dalam acara Gaspol Kompas.com, dikutip Kamis (18/5/2023).

Tingkat deviasi atau penyimpangan data hasil hitung cepat yang dilakukan tiga lembaga survei itu, menurut dia, cukup tinggi. Padahal, proses hitung cepat merupakan proses  yang paling simpel dengan deviasi data di bawah satu persen.

Akhirnya, ia menambahkan, Dewan Etik Persepi memanggil 10 lembaga survei yang melakukan hitung cepat tersebut.

Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Lembaga Survei Abal-abal Jelang Pemilu 2024

"Itu sidang terbuka, itu dilakukan sidang etik semua datang, segala data dibawa, ditanya-tanya dan sidang terbuka," imbuh Philip

Ketika sidang etik digelar, tujuh lembaga survei yang menghitung dan menyatakan pasangan Jokowi-JK unggul pada saat hitung cepat, hadir di dalam sidang.

Sementara tiga lembaga survei lain yang menyatakan Prabowo-Hatta unggul tidak hadir hingga sidang selesai.

"Yang tiga ini nggak mau dateng untuk diaudit, ya udah dikeluarin. Kita nggak tau kenapa nggak mau hadir, ya dikeluarkan," ucap dia.

Philip pun menegaskan bahwa ketiga lembaga survei itu dikeluarkan bukan karena hasil setiap lembaga survei di Persepi harus sama.

 

Namun, di dalam pakta perjanjian yang disepakati bersama, setiap anggota Persepi sudah berkomitmen untuk memberikan hasil survei yang sesuai dengan prosedur ilmiah yang benar.

Adapun sidang etik merupakan wadah untuk melakukan proses verifikasi terhadap hasil survei yang berbeda, bukan untuk menyamakan hasil survei.

"Kalau dia anggota Persepi, kita bisa punya mekanisme untuk memverifikasi melakukan standar ilmiah yang benar," kata Philip.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Di Mata Publik, Anggota DPR adalah Wakil Parpol yang Utamakan Kepentingan Parpol

Untuk diketahui, ada empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta versi hitung cepat pada saat Pilpres 2014 lalu. Keempatnya yaitu Pusat Kajian dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center (IRC), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI).

Setelah itu, Persepi melakukan audit terhadap tujuh lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau quick countdua di antaranya adalah Puskaptis dan JSI. Hasil audit pada saat itu memutuskan mengeluarkan keduanya dari Persepi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com