Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik RUU Kesehatan: Didemo Ribuan Tenaga Kesehatan dan Pembelaan Pemerintah

Kompas.com - 13/05/2023, 13:25 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menuai penolakan dari berbagai organisasi profesi kesehatan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeklaim RUU Kesehatan akan memperkuat sistem kesehatan negara dan meningkatkan kualitas kesehatan serta kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, RUU inisiatif DPR itu juga akan memberikan perlindungan hukum ekstra bagi para tenaga kesehatan (nakes).

Meski begitu, masih ada sejumlah pihak yang menolak rancangan tersebut, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sebab, RUU tersebut dinilai disusun secara terburu-buru hingga bisa merugikan tenaga kesehatan.

Baca juga: Ribut-ribut Dokter Bisa Digugat di RUU Kesehatan, Kemenkes: Kenapa Tak Dari Dulu Bergerak?

Sebab, ada pasal yang dianggap bermasalah karena menyebutkan dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.

Sejumlah organisasi kesehatan juga khawatir pasal itu akan membuat dokter takut berpraktek.

Kemudian, RUU Kesehatan juga dikhawatirkan bakal menghapus UU profesi medis yang sudah ada.

Demo tolak RUU Kesehatan

Sebanyak lima organisasi profesi kesehatan pun menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law.

Unjuk rasa tersebut digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

Adapun lima organisasi yang berdemo yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai yang itu merupakan bentuk keprihatinan atas proses pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi.

Baca juga: Manfaat RUU Kesehatan: Memberi Perlindungan Hukum bagi Nakes dan Mempermudah Karier Dokter Muda

Namun, Adib memastikan, aksi damai yang akan dijalankan tersebut tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga pelayanan tetap bisa berjalan dengan baik.

Dia menuturkan, ada sejumlah pesan yang akan disuarakan dalam aksi damai tersebut. Pertama, untuk mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi oleh pemerintah.

Kedua, agar pemerintah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat.

Pesan lainnya ialah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Nakes yang Lalai dan Sebabkan Kematian Paisen Dipidana 6 Tahun 8 Bulan

"Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru," kata Adib.

Senada, Ketua PPNI Harif Fadillah juga menilai pembahasan RUU Kesehatan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan.

Salah satunya terkait potensi melemahnya perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan (nakes) jika RUU ini disahkan.

RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional,” ujar Harif dalam konferensi pers ”Stop Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law)” di Jakarta, Rabu (3/5/2023), dikutip Kompas.id.

 

Rugikan petani tembakau

Penolakan juga datang dari Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina. Secara khusus, ia menolak Pasal 154 RUU Kesehatan.

Pasal itu mencantumkan bahwa zat adiktif pada olahan tembakau sejajar dengan narkotika dan psikotropika.

Menurut dia, pasal tersebut dapat merugikan petani tembakau. Apabila RUU Kesehatan Pasal 154 diloloskan, petani tembakau akan mendapat predikat buruk.

Bahkan, menurut Vita, petani tembakau bisa disebut sebagai penyebab penyakit hingga kematian yang menghabiskan paling banyak dana kesehatan.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: STR Diterbitkan Lembaga atas Nama Menteri, Tak Lagi Konsil Nakes

"Jadi, batalkan saja pasal tembakau yang samakan narkotika dan minuman keras (miras) dalam RUU Kesehatan,” ucap dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/5/2023).

Adapun Pasal 154 ayat 3 berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa (a) narkotika, (b) psikotropika, (c) minuman beralkohol, (d) hasil tembakau, dan (e) hasil pengolahan zat adiktif lainnya."

Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menilai pemerintah terlalu berlebihan menyamakan tembakau dengan narkotika dalam satu definisi kelompok zat adiktif yang diatur dalam RUU Kesehatan.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Praktik Nakes Cukup Punya STR dan Sertifikat Kompetensi, Tak Perlu Surat Sehat-Rekomendasi

Menurut Vita, RUU Kesehatan yang sedang dibuat oleh DPR dan Kementerian Kesehatan terkait tembakau dapat menimbulkan polemik di masyarakat.

“Tembakau merupakan tanaman legal sehingga produksi, peredaran dan penggunaannya adalah legal,” ucapnya.

Respons Kemenkes

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril pun merespons adanya pasal yang menyebutkan dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.

Menurutnya, pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini.

Ia pun heran lantaran aturan itu sudah berlaku selama hampir 20 tahun, namun tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara dan berinisiatif untuk memperbaikinya.

"Menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes,” kata Syahril dalam siaran pers, Jumat (12/5/2023).

Baca juga: 5 Alasan RUU Kesehatan Didemo Organisasi Profesi Kesehatan

"Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu, sih, organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?” tambah Syahril.

Syahril beranggapan, penolakan terhadap RUU Kesehatan yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat untuk dokter, perawat, bidan, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan.

Pasal-pasal tersebut pun masih dalam pembahasan DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki.

“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya ini," tutur dia.

Adapun aturan yang dimaksud Syahril adalah UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.

Pasal 66 ayat (1) beleid menyebutkan, setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com