Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeklaim RUU Kesehatan akan memperkuat sistem kesehatan negara dan meningkatkan kualitas kesehatan serta kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, RUU inisiatif DPR itu juga akan memberikan perlindungan hukum ekstra bagi para tenaga kesehatan (nakes).
Meski begitu, masih ada sejumlah pihak yang menolak rancangan tersebut, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebab, RUU tersebut dinilai disusun secara terburu-buru hingga bisa merugikan tenaga kesehatan.
Sebab, ada pasal yang dianggap bermasalah karena menyebutkan dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.
Sejumlah organisasi kesehatan juga khawatir pasal itu akan membuat dokter takut berpraktek.
Kemudian, RUU Kesehatan juga dikhawatirkan bakal menghapus UU profesi medis yang sudah ada.
Demo tolak RUU Kesehatan
Sebanyak lima organisasi profesi kesehatan pun menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law.
Unjuk rasa tersebut digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).
Adapun lima organisasi yang berdemo yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai yang itu merupakan bentuk keprihatinan atas proses pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi.
Namun, Adib memastikan, aksi damai yang akan dijalankan tersebut tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga pelayanan tetap bisa berjalan dengan baik.
Dia menuturkan, ada sejumlah pesan yang akan disuarakan dalam aksi damai tersebut. Pertama, untuk mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi oleh pemerintah.
Kedua, agar pemerintah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat.
Pesan lainnya ialah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.
"Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru," kata Adib.
Senada, Ketua PPNI Harif Fadillah juga menilai pembahasan RUU Kesehatan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan.
Salah satunya terkait potensi melemahnya perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan (nakes) jika RUU ini disahkan.
”RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional,” ujar Harif dalam konferensi pers ”Stop Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law)” di Jakarta, Rabu (3/5/2023), dikutip Kompas.id.
Pasal itu mencantumkan bahwa zat adiktif pada olahan tembakau sejajar dengan narkotika dan psikotropika.
Menurut dia, pasal tersebut dapat merugikan petani tembakau. Apabila RUU Kesehatan Pasal 154 diloloskan, petani tembakau akan mendapat predikat buruk.
Bahkan, menurut Vita, petani tembakau bisa disebut sebagai penyebab penyakit hingga kematian yang menghabiskan paling banyak dana kesehatan.
"Jadi, batalkan saja pasal tembakau yang samakan narkotika dan minuman keras (miras) dalam RUU Kesehatan,” ucap dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Adapun Pasal 154 ayat 3 berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa (a) narkotika, (b) psikotropika, (c) minuman beralkohol, (d) hasil tembakau, dan (e) hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menilai pemerintah terlalu berlebihan menyamakan tembakau dengan narkotika dalam satu definisi kelompok zat adiktif yang diatur dalam RUU Kesehatan.
Menurut Vita, RUU Kesehatan yang sedang dibuat oleh DPR dan Kementerian Kesehatan terkait tembakau dapat menimbulkan polemik di masyarakat.
“Tembakau merupakan tanaman legal sehingga produksi, peredaran dan penggunaannya adalah legal,” ucapnya.
Respons Kemenkes
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril pun merespons adanya pasal yang menyebutkan dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.
Menurutnya, pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini.
Ia pun heran lantaran aturan itu sudah berlaku selama hampir 20 tahun, namun tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara dan berinisiatif untuk memperbaikinya.
"Menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes,” kata Syahril dalam siaran pers, Jumat (12/5/2023).
"Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu, sih, organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?” tambah Syahril.
Syahril beranggapan, penolakan terhadap RUU Kesehatan yang tengah dibahas oleh DPR dan pemerintah justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat untuk dokter, perawat, bidan, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan.
Pasal-pasal tersebut pun masih dalam pembahasan DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki.
“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya ini," tutur dia.
Adapun aturan yang dimaksud Syahril adalah UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.
Pasal 66 ayat (1) beleid menyebutkan, setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/13/13255931/polemik-ruu-kesehatan-didemo-ribuan-tenaga-kesehatan-dan-pembelaan