Pesan lainnya ialah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.
Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Nakes yang Lalai dan Sebabkan Kematian Paisen Dipidana 6 Tahun 8 Bulan
"Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru," kata Adib.
Senada, Ketua PPNI Harif Fadillah juga menilai pembahasan RUU Kesehatan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan.
Salah satunya terkait potensi melemahnya perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan (nakes) jika RUU ini disahkan.
”RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional,” ujar Harif dalam konferensi pers ”Stop Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law)” di Jakarta, Rabu (3/5/2023), dikutip Kompas.id.
Penolakan juga datang dari Anggota Komisi IV DPR RI Vita Ervina. Secara khusus, ia menolak Pasal 154 RUU Kesehatan.
Pasal itu mencantumkan bahwa zat adiktif pada olahan tembakau sejajar dengan narkotika dan psikotropika.
Menurut dia, pasal tersebut dapat merugikan petani tembakau. Apabila RUU Kesehatan Pasal 154 diloloskan, petani tembakau akan mendapat predikat buruk.
Bahkan, menurut Vita, petani tembakau bisa disebut sebagai penyebab penyakit hingga kematian yang menghabiskan paling banyak dana kesehatan.
Baca juga: DIM RUU Kesehatan: STR Diterbitkan Lembaga atas Nama Menteri, Tak Lagi Konsil Nakes
"Jadi, batalkan saja pasal tembakau yang samakan narkotika dan minuman keras (miras) dalam RUU Kesehatan,” ucap dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Adapun Pasal 154 ayat 3 berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa (a) narkotika, (b) psikotropika, (c) minuman beralkohol, (d) hasil tembakau, dan (e) hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menilai pemerintah terlalu berlebihan menyamakan tembakau dengan narkotika dalam satu definisi kelompok zat adiktif yang diatur dalam RUU Kesehatan.
Menurut Vita, RUU Kesehatan yang sedang dibuat oleh DPR dan Kementerian Kesehatan terkait tembakau dapat menimbulkan polemik di masyarakat.
“Tembakau merupakan tanaman legal sehingga produksi, peredaran dan penggunaannya adalah legal,” ucapnya.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril pun merespons adanya pasal yang menyebutkan dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.