JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib Partai Golkar satu tahun menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi teka-teki setelah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) terancam bubar dan rencana membentuk koalisi besar seolah bertepuk sebelah tangan.
KIB yang beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kini di ambang bubar setelah PPP memutuskan mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy atau Romy menyatakan, KIB otomatis bakal bubar jika tidak segera menemui titik temu soal calon presiden yang bakal diusung.
"Nah tentu kalau dilihat di situ, selalu saya katakan apakah KIB itu bubar atau tidak, kapan KIB ini akan bubar? KIB akan bubar atau auto bubar, mana kala Golkar atau PAN tidak mengikuti PPP," kata Romy dalam acara Gaspol! Kompas.com, yang ditayangkan di YouTube, Rabu (10/5/2023) malam.
Baca juga: Kursi di DPR Dinilai Bisa Jadi Senjata Golkar Lobi Prabowo supaya PKB Melunak
Untuk diketahui, hingga saat ini Golkar masih bersikukuh mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, untuk maju sebagai calon presiden.
Sementara Romy menyebutkan, terbuka peluang bahwa PAN bakal mengikuti jejak PPP dan PDI Perjuangan mengusung Ganjar sebagai calon presiden.
Menurut dia, sinyal PAN bakal mengusung Ganjar sudah kuat karena Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan pernah melempar wacana menduetkan Ganjar dengan Menteri BUMN Erick Thohir.
Baca juga: Saat Golkar di Simpang Jalan Mencari Kawan Koalisi Menuju 2024...
"Pak Zul (Ketum PAN Zulkifli Hasan) sudah menyebut berkali-kali, Ganjar-Erick, Ganjar-Erick, malah sudah satu paket. Ya kan lengkap," ujar Romy.
"Artinya tidak berlebihan kalau kami berasumsi moga-moga PAN bergabung dengan PDI-P PPP," imbuh dia.
Bila hal itu terwujud, maka Golkar bakal ditinggal oleh PAN dan PPP yang akan membentuk koalisi baru bersama PDI-P untuk mengusung Ganjar.
Zulhas, sapaan Zulkifli, tidak memungkiri ada isu yang menyebut kader PAN cenderung ingin mengusung Ganjar sebagai calon presiden.
Namun, ia mengingatkan bahwa dinamika politik masih terus berjalan hingga hari terakhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden.
"Ya nanti kita lihat lagi berproses pelan-pelan. Ya jangan lupa dulu (pilpres 2019) Wapres itu pendaftaran terakhir kan? Jadi sabar aja. Hari ini bisa beda dengan besok, besok bisa beda dengan lusa," ujar Zulhas di kantor KPU, Jumat (12/5/2023), dikutip dari Tribunnews.com.
Zulhas pun menyebutkan masa depan KIB yang dikabarkan sedang goyah akan menemukan titik terang dalam waktu dekat.
"Mengenai koalisi sekarang berproses. Memang, saya tidak suka bicara dan tidak suka pertemuan-pertemuan yang dipublikasikan sampai waktunya jelas," ujar Zulhas.
"Mudah-mudahan 2 minggu ini, saya kira, sudah ada titik terang," ia menambahkan
Seolah menyadari KIB kini di ujung tanduk, Golkar bermanuver dengan menggagas koalisi besar bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
PKB sendiri telah berada dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra.
Melalui kendaraan koalisi, Golkar tampaknya sudah menurunkan target dengan mengincar kursi calon wakil presiden bagi Airlangga mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang maju sebagai calon presiden.
"Cukup fair. Kan koalisi dua koalisi. KIR dan KIB. Kalau presidennya Prabowo dari KIR dan wakilnya Airlangga dari KIB, kan wajar," kata Kepala Badan Pemenangan Presiden Partai Golkar Nusron Wahid, Jumat (5/5/2023) pekan lalu.
Baca juga: PKB Resisten dengan Ide Airlangga Cawapres Prabowo, Golkar Minta Kesetaraan di Koalisi Besar
Namun, keinginan Golkar itu bagaikan bertepuk sebelah tangan karena PKB justru ingin menduetkan Prabowo dengan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, bukan Airlangga.
Ketua DPP PKB Faisol Riza menyatakan, pihaknya meminta Airlangga untuk menjadi ketua tim pemenangan Prabowo-Muhaimin kela.
"Kita senang kalau Pak Airlangga jadi ketua tim pemenangan,” ujar Faisol seusai pertemuan tim pemenangan koalisi besar, Rabu (10/5/2023).
Pernyataan Faisol ini lantas membuat kaget Golkar karena pertemuan tim pemenangan koalisi besar itu tidak membahas pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bakal diusung.
"Terus terang saya kaget dengan pernyataan seperti itu," kata Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Ace Hasan Syadzily.
Baca juga: PPP Dengar PAN Segera Ikut Usung Ganjar Capres
Menurut Ace, pertemuan itu hanya membahas dua topik, yakni pengaturan strategi Golkar dan PKB untuk memperluas dukungan terhadap koalisi besar, serta mengatur format pemenangan koalisi besar bila nanti banyak partai yang bergabung.
"(Pengusungan capres-cawapres) kami bersepakat untuk menyerahkan kepada para ketua umum koalisi,” ujar Ace.
Sementara itu, Nusron menegaskan keinginan Golkar adalah mendukung Airlangga sebagai cawapres dalam koalisi besar.
“Kalau Golkar maunya presiden dari KKIR (Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya) dan wapres dari KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yaitu Pak Airlangga Hartarto,” ucap Nusron.
Posisi Golkar yang seolah-olah terlempar dari sana-sini membuat nasib koalisi partai berlambang pohon beringin itu tak menentu, padahal pemilihan presiden tinggal kurang dari satu tahun.
Golkar pun semestinya tidak bisa dianggap sembarangan karena memiliki modal 85 kursi DPR yang membuatnya hanya perlu tambahan 30 kursi untuk mengusung calon presiden.
Situasi serupa sesungguhnya sudah pernah dialami oleh Partai Golkar sekitar 10 tahun lalu. Saat itu, Golkar yang menjadi runner-up pemilihan legislatif gagal mengantarkan ketua umumnya, Aburizal Bakrie, berlaga di pemilihan presiden.
Padahal, Aburizal sudah ditetapkan sebagai calon presiden dari Partai Golkar sejak 2 tahun sebelumnya, wajah Aburizal pun sudah berseliweran di berbagai media untuk mendongkrak popularitasnya.
Baca juga: Elite PKB Sebut Koalisi Besar Hanya Wacana dan Tak Ada Opsi Airlangga Cawapres Prabowo
Namun, Golkar gagal mendapatkan mitra koalisi untuk mengusung Ical, sapaan akrab Aburizal, untuk menjadi calon presiden.
Saat itu, nama calon presiden sudah mengerucut ke dua sosok yakni Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dari poros PDI-P dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Ical pun sudah bertemu dengan Megawati dan Prabowo selaku pemimpin masing-masing poros. Ical juga berusaha membentuk poros ketiga dengan menemui Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, pertemuan-pertemuan itu tidak membuahkan hasil. Golkar lantas tidak memaksakan Ical menjadi calon presiden, Ical hanya diberi kewenangan untuk menentukan arah koalisi Golkar.
Baca juga: Kagetnya Golkar, Airlangga Hanya Ditawari PKB Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Muhaimin
Ical kembali bertemu SBY, Megawati, lalu Prabowo, tetapi arah koalisi Golkar juga belum jelas.
Di detik-detik akhir, Golkar akhirnya memutuskan mendukung Prabowo yang berduet dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Sejumlah elite Golkar tiba-tiba datang dalam acara deklarasi Prabowo-Hatta dan menyatakan dukungan kepada pasangan itu.
"Selaku mandataris rapimnas, ARB telah memberikan pernyataan agar seluruh keluarga besar Partai Golkar memberi dukungan sepenuhnya kepada Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa," kata Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dalam orasi dukungannya.
Begitulah dinamika yang dialami Partai Golkar 10 tahun lalu. Bekal kursi yang dimiliki nyatanya tidak menjamin partai tersebut mendapatkan posisi calon presiden dan wakil presiden.
Akankah situasi itu terulang kembali?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.