MANGGARAI BARAT, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia siap berbicara dengan junta Myanmar terkait konflik di negara tersebut.
Hal ini menjadi salah satu kesimpulan penting dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
"Indonesia siap berbicara dengan siapapun termasuk dengan junta dan seluruh stakeholder di Myanmar untuk kepentingan kemanusiaan," kata Jokowi dalam Konferensi pers usai penutupan KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: KTT ASEAN 2023, Momentum Promosi Produk Lokal ke Dunia Internasional
Sebab, Jokowi menegaskan, pencederaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa ditoleransi. Lalu, Konsensus Lima Poin (5PC) memandatkan ASEAN harus men-engage semua stakeholder. Adapun hingga saat ini, konsensus tersebut belum ada kemajuan signifikan.
"Inklusivitas harus dipegang kuat oleh ASEAN karena kredibilitas ASEAN sedang dipertaruhkan," tutur dia.
Kendati begitu, enggament dalam bentuk siap berbicara dengan Myanmar atau melakukan pendekatan bukan berarti memberikan pengakuan.
Bahkan, dalam KTT ke-42 ASEAN pun, seluruh kepala negara sepakat untuk tidak mengundang negara itu pada level politik. Jokowi pun menyampaikan bahwa kesatuan ASEAN sangat penting.
"Tanpa kesatuan akan mudah bagi pihak lain untuk memecah ASEAN. Saya yakin tidak satupun negara ASEAN menginginkan hal tersebut," jelas dia.
Baca juga: Jokowi: Tak Boleh Ada Pihak yang Ambil Manfaat dari Konflik Myanmar
Sebelumnya diberitakan, isu Myanmar menjadi salah satu topik dalam KTT ke-42 ASEAN.
Dalam pertemuan Dewan Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Council Meeting/APSC) misalnya, dibahas soal sikap Myanmar tidak responsif terhadap seruan negara blok Asia Tenggara dalam menyelesaikan konflik di negaranya.
Negara yang tergabung dalam ASEAN menginisiasi Konsensus Lima Poin (5PC), yaitu referensi utama bagi ASEAN untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya.
Konsensus Lima Poin terdiri dari menghentikan kekerasan, menjalin dialog konstruktif untuk mencapai solusi damai, dan menunjuk urusan khusus ASEAN untuk Myanmar demi memfasilitasi proses dialog.
Kemudian, menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar oleh ASEAN, hingga mengirim utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu semua pihak yang terlibat.
Baca juga: Jokowi Bacakan 3 Kesimpulan KTT Ke-42 ASEAN, dari Human Trafficking hingga Konflik Myanmar
Adapun situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.