Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu Dinilai Belum Sesuai

Kompas.com - 08/05/2023, 15:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai muatan dalam proses pemulihan terhadap keluarga korban serta penyintas dalam sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu yang dilakukan pemerintah terindikasi keliru.

Menurut catatan Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti, selama ini model pemulihan yang digadang-gadang berfokus pada korban malah nyatanya terdapat indikasi bahwa muatannya menyalahi prinsip keadilan dengan tidak berpihak kepada korban sebagai pemangku utama kepentingan.

"Kami juga mendapati, pemerintah di sejumlah kesempatan diketahui membuat peraturan dan kegiatan yang seolah ingin pelanggaran HAM berat selesai, namun tidak sesuai dengan standar penegakan HAM yang berlaku secara universal," kata Fatia dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (8/5/2023).

Berdasarkan pemantauan KontraS, kata Fatia, terdapat proses pemulihan terkait kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh negara yang melenceng jauh dari hak korban sesungguhnya.

Baca juga: Kontras Desak Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Lewat Proses Hukum

Contohnya seperti Deklarasi Damai di Talangsari Lampung 2019 yang kemudian dinyatakan maladministrasi oleh Ombudsman RI.

Fatia melanjutkan, contoh penyimpangan lainnya dalam proses pemulihan kasus pelanggaran HAM adalah menggantungkan korban pada syarat-syarat lain yang sama sekali tidak memudahkan korban untuk mengaksesnya.

Yakni seperti Undang–Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menggantungkan pemulihan korban pada adanya Terdakwa yang diputus bersalah oleh Pengadilan, dan Undang–Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi) yang menggantungkan pemulihan korban pada amnesti terhadap pelaku.

"Selain itu, beberapa pemulihan seperti rehabilitasi fisik, psikologis, jaminan kesehatan, peningkatan keterampilan serta beasiswa bahkan telah dikerjakan oleh LPSK jauh sebelum Tim PPHAM (Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu) dibentuk," ucap Fatia.

Baca juga: Amnesty Internasional: Tak Ada Permintaan Maaf Berarti Negara Tidak Akui Kesalahan Pelanggaran HAM Berat

Fatia mengatakan, korban dalam kasus pelanggaran HAM berat adalah orang-orang yang telah mengalami penderitaan akibat penyalahgunaan kekuasaan (commission/omission Badan/Pejabat Pemerintahan yang melawan hukum).

Selain itu, kata Fatia, menurut hukum yang berlaku universal, negara sebagai duty bearer (pengemban tanggung jawab) tentu memiliki serangkaian kewajiban yang harus dilakukan secara holistik terhadap pelanggaran HAM berat.

Tugas itu adalah kewajiban mengingat (duty to remember), kewajiban untuk menuntut pidana (duty to prosecute), kewajiban untuk mengembalikan keadaan korban (duty to redress) serta kewajiban untuk menjamin tak ada lagi repetisi pelanggaran HAM (non-recurrence).

Baca juga: Jokowi Didesak Minta Maaf kepada Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menyatakan pemerintah menolak menyampaikan permintaan maaf atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan usai rapat membahas kelanjutan penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (2/5/2023) lalu.

Mahfud menyatakan pemerintah tidak meminta maaf atas 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu berdasarkan rekomendasi penyelesaian non yudisial.

"Di dalam rekomendasi penyelesaian non yudisial itu tidak ada permintaan maaf dari pemerintah kepada masyarakat karena peristiwa itu. Tetapi pemerintah menyatakan mengakui bahwa peristiwa itu memang terjadi dan pemerintah menyesali terjadinya peristiwa itu," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/4/2023).

Baca juga: Mahfud: Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Ada 12, Tidak Bisa Ditambah

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com