JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan baru KPU yang bisa mengurangi caleg perempuan di Pemilu 2024 rupanya hasil rapat konsinyering dengan DPR RI.
Hal inilah yang membuat draf rancangan aturan itu berbeda ketika dilakukan uji publik dengan ketika dikonsultasikan di Komisi II DPR RI setelahnya.
Itu artinya ada perubahan di tengah jalan setelah draf rancangan aturan ini diuji publik dan sebelum dibawa ke Komisi II DPR RI.
Di dalam draf uji publik, Pasal 8 ayat (2) Rancangan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota masih mengatur pembulatan ke atas jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan di suatu daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Baca juga: Puskapol UI Nilai Tiada Urgensi KPU Bikin Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan
Namun, dalam draf Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, rancangan aturan itu sudah mengatur pembulatan ke bawah jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima, dan disetujui Dewan.
Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PKS Mardani Ali Sera mengonfirmasi bahwa perubahan ini terjadi dalam rapat konsinyering antara KPU RI dengan Komisi II DPR RI sebelum RDP.
"Beberapa teman (partai politik di) DPR punya masalah memenuhi kuota (keterwakilan 30 persen caleg perempuan)," kata Mardani ditemui di kantor KPU RI, Senin (8/5/2023).
Menurut dia, KPU menyetujui metode pembulatan ke bawah jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima, sebab hal itu dianggap sesuai kaidah matematis.
"Pembahasan di situ (rapat konsinyering) kita pakai formula matematika," lanjutnya.
Baca juga: Aturan Baru KPU Bisa Kurangi Keterwakilan Caleg Perempuan di Hampir Separuh Dapil
KPU RI menyebut bahwa diterbitkannya ketentuan ini sudah atas sejumlah proses, termasuk rapat konsultasi di DPR RI dan uji publik ketika Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 masih berstatus rancangan.
"Dan terkait dengan penggunaan penarikan desimal hasil perkalian dengan presentase tersebut, itu menggunakan standar pembulatan matematika, bukan kami membuat norma dan standar baru dalam matematika," ujar Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, Rabu (3/5/2023).
"Kami telah berkomunikasi dengan partai politik. Pada dasarnya partai politik karena affirmative action (untuk keterwakilan perempuan 30 persen) bukanlah hal baru, mereka juga punya semangat untuk mendorong caleg-caleg perempuan lebih banyak lagi. Itu yang ditangkap seperti itu," tambahnya.
Baca juga: Pakar: Aturan Baru KPU soal Keterwakilan Caleg Perempuan Tak Selaras UU Pemilu
Sebagai informasi, aturan ini belakangan ramai dikritik kalangan pegiat pemilu dan aktivis kesetaraan gender, sebab diprediksi bakal mengancam jumlah perempuan di parlemen secara signifikan.
Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 8 alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.