Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaya Komunikasi Jokowi Dinilai Tak Etis jika Pakai Kantor Presiden untuk Kepentingan Politik Golongan Sendiri

Kompas.com - 03/05/2023, 12:24 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak etis lantaran mengumpulkan enam ketua umum (ketum) partai politik koalisi pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/5/2023) malam.

Bukan tanpa sebab, Dedi menduga pertemuan itu sarat kepentingan politik praktis, terkait Pemilu dan Pilpres 2024.

"Pertama, pertemuan itu jelas tidak etis karena menggunakan kantor presiden untuk kepentingan politik praktis," kata Dedi kepada Kompas.com, Rabu (3/5/2023).

"Jokowi kehilangan wibawa kepala negara karena telah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan golongannya sendiri," ujarnya lagi.

Baca juga: Pesan Surya Paloh yang Tak Diundang Saat Jokowi Kumpulkan Ketum Parpol Koalisi

Bahkan, Dedi menduga pertemuan itu bisa saja membahas tentang upaya pembentukan koalisi besar.

Apalagi, kata Dedi, pertemuan itu dilakukan setelah resminya Ganjar Pranowo diusung oleh PDI-P sebagai bakal calon presiden (bacapres) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga telah dideklarasikan sebagai bacapres.

Akan tetapi, Dedi juga menduga pertemuan itu juga membahas nasib Partai Nasdem.

Sebagai informasi, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tidak diundang dan tidak hadir dalam pertemuan itu.

"Potensi pertemuan itu untuk menandai reshuffle kabinet, utamanya menentukan nasib Nasdem," kata Dedi.

Baca juga: Nasdem Sebut Surya Paloh Hormati Pertemuan Jokowi dan Ketum Parpol

Jika asumsinya benar, Dedi memiliki pandangan lain terkait gaya kepemimpinan komunikasi politik Jokowi.

Semestinya, menurut Dedi, Jokowi menempatkan diri sebagai kepala negara bukan penguasa.

Namun, pertemuan semalam dinilai menunjukkan sifat penguasa yang ada di balik Jokowi.

"Ia (Jokowi) menempatkan diri bukan sebagai kepala negara, melainkan sebagai penguasa yang memosisikan diri sebagai kelas pengatur. Sementara partai politik dia posisikan sebagai kelas kedua sekaligus kelas tertindas," ujar Dedi.

"Jokowi satu sisi menunjukkan atribut sederhana, sisi lain ia penguasa yang tidak pedulikan sisi etis dan wibawa," katanya lagi.

Baca juga: Jokowi, Koalisi, dan Para Menteri yang Sibuk Sendiri

Sebagai informasi, Presiden Jokowi mengumpulkan enam ketum partai politik koalisi pemerintah di Istana Negara, Selasa malam.

Halaman:


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com