BANYAK orang begitu baper melihat nasib Ganjar Pranowo dalam selama di “kandang” banteng merah. Namun Ganjar Pranowo sebagai salah satu kader terbaik PDIP, dianggap legowo dengan perlakuan politik partai yang diterimanya.
Seolah cukup menggunakan keyakinan dan akal sehatnya untuk tetap kukuh pendirian, menunggu komando dari atasannya. Ganjar menunjukkan militansinya sebagai kader.
Selama masih dipercaya memimpin Jawa Tengah dalam kapasitas sebagai kader PDIP, ia hanya bertugas menjalankan perintah saja.
Padahal publik begitu geregetan atas perilaku dan tindakan institusi partai pengayomnya dan para petinggi yang mempersoalkan pelanggaran disiplin kader, justru pada saat elektablitasnya naik pesat dan malah dianggap sebagai ancaman terhadap partainya sendiri.
Publik menilai ketika itu, keputusan PDIP adalah pilihan yang absurd. Sudah ada calon populer berelektabilitas tinggi, mengapa justru “membuangnya”. Bisa saja barisan pendukung Ganjar akan berubah haluan mengikut jagoannya.
Bahkan dalam acara HUT ke-50 PDIP, Ganjar seolah diabaikan. Sosok Ganjar tak tersorot, bahkan dalam materi pidato satu setengah jam Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, nama Gubernur Jawa Tengah seolah pantang disebut.
Ternyata semua itu ibarat clue. Bagaimanapun PDIP tak mau sesumbar, meskipun didaulat sebagai partai yang bisa langsung melenggang karena lolos presidensial treshold. Artinya dengan atau tanpa tanpa koalisi, PDIP bisa maju ke gelanggang Pilpres 2024.
PDIP di bawah pimpinan Megawati memainkan tes ombak dengan lihai. Mendorong Puan Maharani sebagai putri mahkota, menunda pengumuman calon presiden hingga membuat kubu lawan tak sabaran dan melakukan manuver politik terburu-buru.
Peluang itu menjadi input bagi PDIP untuk memastikan siapa yang layak dijadikan kawan sepermainan dalam koalisi politiknya nanti.
Posisi tawar Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah, sebenarnya pertanda positif bahwa tanpa jadi presiden pun ia sudah punya posisi baik.
Jadi ketika ia memutuskan nyapres secara sepihak tanpa kompromi partainya, orang menduga ia sedang memberontak. Banyak orang menduga-duga keputusannya bentuk perlawanan kepada PDIP, terutama Megawati atas keputusannya mencalonkan Puan Maharani.
Sebagian orang merasa Ganjar begitu gegabah, sebagian lainnya justru mendukungnya.
Padahal PDIP sedang melakukan tes ombak secara ekstrem untuk melihat sikon politik yang terjadi.
Siapa yang grasa-grusu segera mendukung Ganjar atau bahkan meminangnya, dan siapa yang sama sekali cuek, meskipun Ganjar ber-ektabilitas tinggi.
Ketika itu sikon politik berubah, banyak pihak menilai PDIP terlalu memaksakan diri mendorong Puan dan mengabaikan Ganjar.
Bahkan ketika bergema teriakan “Ganjar Presiden” dalam HUT PDIP-pun, Megawati bergeming meresponsnya. Menjadi semacam gerakan tutup mulut dan tutup telinga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.