Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Bantah Denda Nelayan Rp 3 Miliar, Kementerian KP Tegaskan Sanksi Administratif Dikenakan secara Adil

Kompas.com - 02/05/2023, 13:36 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan KP) Laksamana Muda (Laksda) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Adin Nurawaluddin membantah dugaan penetapan denda Rp 3 miliar kepada nelayan yang melakukan pelanggaran sehingga mereka kesulitan melaut.

"Direktorat Jenderal (Ditjen) PSDKP belum pernah mengenakan denda administratif sebesar Rp 3 miliar terhadap pelaku usaha penangkapan ikan, jadi tidak benar informasi tidak dapat melaut karena terkena denda administratif Rp 3 miliar," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (2/5/2023).

Adin mengungkapkan, Kementerian KP selama ini selalu memperhatikan aspek keadilan dan keberlanjutan usaha terhadap pelaku usaha yang diberikan sanksi administratif.

Ia tak mengelak bahwa pihaknya memang memberikan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan. Terlebih, terhadap pelaku usaha yang menggunakan kapal berukuran besar.  

Menurut Adin, setiap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran harus ditertibkan.

Baca juga: Apa Sanksi bagi PNS yang Melanggar Aturan? Ini Penjelasannya

"Terlebih lagi pelanggaran dalam waktu lama menggunakan kapal berukuran besar sangat merugikan bagi upaya pengelolaan perikanan bertanggung jawab dan berkelanjutan," jelasnya.

Adin mengungkapkan, penertiban kepada pelaku usaha yang melanggar tetap akan mengutamakan asas keadilan.

Selain itu, kata dia, penertiban pelaku usaha yang sengaja melanggar juga perlu dilakukan karena telah merugikan para pelaku usaha dan nelayan lainnya yang patuh.

Adin menyayangkan, adanya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi tidak benar.

Apalagi, para pihak tersebut cenderung menghasut kalangan nelayan untuk menghambat penerapan kebijakan yang justru ditujukan bagi keberlanjutan perikanan nasional di masa depan tersebut.

Baca juga: Kisah Ani Saputra, Penyuluh Perikanan yang Sukseskan Program Kalaju

"Kementerian KP sangat menyayangkan upaya mengelak dari sanksi dengan menyebarkan informasi yang tidak benar," ucap Adin.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, penerapan sanksi di kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) merupakan sanksi administratif yang diamanatkan oleh Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Meski demikian, kata Adin, pihaknya tidak serta merta mengenakan sanksi begitu saja karena tetap ada proses pemeriksaan terlebih dahulu.

"Ada tahapan yang diberlakukan dalam pemberian sanksi administratif. Terkait kasus yang sedang ditangani saat ini, dendanya belum ditetapkan, masih proses pemeriksaan. Kapalnya gross tonnage (GT)-nya besar di atas 150-GT, menangkap tidak sesuai DPI lebih dari 1 bulan, menangkap cumi," jelasnya.

Baca juga: Bisakah Tinta Cumi-cumi Dikonsumsi? Ini Kata Ahli Gizi

Penarikan PNBP SDA perikanan pascaproduksi

Sebagai informasi, Kementerian KP sudah memberlakukan penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) perikanan pascaproduksi sebagai bagian dari perbaikan tata kelola perikanan nasional.

Melalui mekanisme tersebut, PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dibebankan pada setiap volume ikan yang ditangkap pada setiap trip penangkapan ikan setelah kapal melakukan operasi penangkapan ikan.

Selain perbaikan dalam teknis pemungutan PNBP, PNBP Pascaproduksi diorientasikan untuk memperbaiki banyak hal, antara lain perbaikan data dan statistik perikanan nasional, perbaikan tata kelola pelabuhan pangkalan, serta perbaikan tata kelola kapal perikanan.

Dalam aturan baru tersebut ada sejumlah kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi setelah mendapatkan izin menangkap ikan.

Baca juga: Datang ke Lampung, Jokowi Bakal Cek Kondisi Jalan Rumbia yang Mirip Kolam Ikan

Adapun kewajiban itu, antara lain setiap produksi ikan hasil tangkapan  yang akurat harus sesuai dengan kondisi riilnya. Hal ini sesuai dengan kepatuhan dalam penyampaian Laporan Penghitungan Mandiri (LPM).

Dengan demikian, kewajiban pembayaran PNBP sudah atas hasil perhitungan yang akurat pula.

Selain itu, pelaku usaha juga harus melakukan pencatatan hasil tangkapan dan menyimpan bukti transaksi terkait ikan hasil tangkapan tersebut.

Catatan dan bukti transaksi diperlukan untuk disampaikan saat Tim Kementerian KP melakukan verifikasi.

Baca juga: Ketahui Perbedaan Sistem Transaksi Terbuka dan Tertutup di Jalan Tol

Sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Nomor B.1337/MENKP/XII/2022 tanggal 30 Desember 2022, kapal pengangkat ikan dan kapal pengangkut ikan yang memiliki perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan dan subsektor pengangkutan ikan yang diterbitkan oleh Menteri KP harus menggunakan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT).

Aplikasi tersebut berfungsi sebagai pengajuan permohonan Standar Laik Operasi, pengajuan permohonan Persetujuan Berlayar di pelabuhan perikanan, pelaporan Log Book Penangkapan Ikan, pengajuan permohonan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal Perikanan, dan menyampaikan LPM.

Aplikasi e-PIT nantinya juga akan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan PIT secara keseluruhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com