Sementara di luar, suara-suara yang mengkritik bobroknya instansi Polri akibat ulah oknumnya terus muncul seperti tak digubris.
Melakukan reformasi total Polri menjadi pekerjaan nyaris mustahil. Terutama jika Polri tidak bekerja serius memperbaiki citranya untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Pertanyaan besarnya, apakah masing-masing anggota kepolisian Republik Indonesia punya tekad yang sama?
Merestorasi Polri agar dapat berkinerja baik, mengikuti prosedur, dan selaras dengan visi misinya dalam memberikan rasa aman, tetapi pula menjadi teladan bagi masyarakat bisa saja menjadi target cita-cita.
Mungkinkah itu dilakukan dalam kondisi institusi yang porak poranda? Lantas siapa yang bertugas mengawasi kinerja mereka?
Menjadikan Polri agar kembali disegani bukan suatu yang mustahil. Namun menjadi pertanyaannya, apa strategi jitu Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mereformasi institusi, dan apakah instansi keseluruhan mendukung upaya memperbaiki citra Polri?
Semua mata kini tertuju kepada Kapolri, apakah ia bisa menjadi jaminan Polri akan menjadi lebih baik. Atau justru eskalasi kasus dan kebijakan tegasnya hanya euforia, dan masalah klasik Polri tetap saja “terpelihara” meski berganti Kapolri.
Persoalan yang bisa menguatkan solusi atau kebijakan yang akan ditempuh oleh siapapun sebagai petinggi polri, adalah ketika ia tak “tersandera” kasus yang dapat dipolitisasi dan bisa berbalik menjatuhkannya.
Artinya sebagai seorang petinggi Polri tidak tersangkut paut dengan segalam macam jenis kejahatan, korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga ia dapat bertindak dengan cepat, responsif, tanpa perlu merasa khawatir jika kemudian ada musuh yang akan menjatuhkannya.
Persoalan bersih diri dari sandera politik dalam kekinian situasi dan kondisi yang banyak godaannya adalah sebuah keniscayaan yang langka dan mahal. Terbukti, dalam beberapa bulan belakangan, banyak perwira Polri yang terseret kasus.
Seperi AKBP Achiruddin yang awalanya dipicu kasus penganiayaan oleh anaknya terhadap seorang mahasiswa, dan perilaku pamer kekayaan di medsos yang dilakukannya.
Kini berlarut dan melebar hingga pada pemeriksaan psikologis dan penelusuran riwayat kekayaannya yang dinilai tidak wajar oleh PPATK.
Pada akhirnya kasus penganiayaan oleh putranya, Aditya Hasibuan justru menyeretnya pada kasus pidana yang lebih besar.
Termasuk indikasi pencucian uang, dugaan transaksi penjualan BBM subsidi, dan melakukan kebohongan atas laporan LHKPN dengan melakukan nominee atau menyamarkan kekayaannya melalui tangan orang lain sebagai upaya untuk menyamarkan kekayaan melalui cara mencuci uang.
Saat ini kasusnya tengah dalam penyidikan intensif oleh KPK dan PPATK. Bukan tidak mungkin jika dalam penyidikan selanjutnya besarnya aliran dana miliknya itu bisa saja berasal dari hasil tindak kejahatan, korupsi atau gratififkasi atau lebih buruk berasal dari transaksi narkoba yang selama ini menjadi bagian dari core kerjanya.
Jika benar, sekali lagi Polri harus kerja ekstra keras membenahi blunder institusinya. Benarkah institusi Polri memang telah rusak parah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.