GOFFMAN dalam bukunya berjudul Frame analysis: An essay on the organization of experience (1974) mengeksplorasi bagaimana individu menggunakan frame untuk menginterpretasi situasi sosial dan membangun makna serta bagaimana frame ini dibentuk oleh struktur sosial dan norma budaya.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas konsep framing dan memberikan kerangka teoritis untuk memahami bagaimana frame dibangun dan digunakan.
Bagian kedua berfokus pada peran frame dalam interaksi sosial dan bagaimana mereka membentuk persepsi dan tindakan individu.
Bagian ketiga membahas hubungan antara framing dan perubahan sosial, dan bagaimana framing dapat digunakan untuk memobilisasi gerakan sosial.
Secara keseluruhan, karya Goffman tentang framing telah memberikan dampak signifikan dalam bidang sosiologi, komunikasi, dan ilmu politik.
Wawasannya tentang bagaimana frame membentuk pemahaman kita tentang dunia telah berpengaruh dalam memahami cara individu dan kelompok membangun makna dan bergerak untuk perubahan sosial.
Goffman memberikan banyak contoh framing dalam berbagai konteks sosial, seperti pemberitaan media, interaksi sosial, gerakan sosial, dan organisasi.
Terkait dengan konteks pemberitaan media, Goffman menyebut bahwa media memiliki peran penting dalam memengaruhi cara orang memahami suatu peristiwa.
Sebagai contoh, ketika terjadi suatu kecelakaan lalu lintas, media dapat menggunakan berbagai framing yang berbeda-beda, seperti menekankan faktor kesalahan pengemudi atau kondisi jalan yang buruk.
Hal ini dapat memengaruhi cara orang memahami penyebab kecelakaan dan dapat memengaruhi tindakan mereka di masa depan.
Berfokus kepada framing terkait pemberitaan media online di Indonesia, hal menarik yang sedang dibingkai oleh media adalah profil calon presiden Indonesia yang akan dipilih pada pemilu 2024.
Ada tokoh yang diframing menggunakan atribut buku. Sang tokoh dipotret dalam kondisi sedang membaca buku atau memberikan seminar. Foto tersebut disandingkan dengan kalimat-kalimat berisi motivasi.
Di lain waktu, sang tokoh diframing dalam keadaan berpakaian resmi lengkap dengan jas dan kemeja. Sesekali menggunakan batik. Berwawasan, rapi, dan bersahaja.
Ada pula tokoh yang dibingkai menggunakan atribut baju kebesaran partai. Hampir di setiap kesempatan sang tokoh dihadirkan berpakaian identitas partai.
Kadang berpakaian kemeja, di lain kesempatan berkaus. Satu hal yang sama, menggunakan lambang partai. Kasual, friendly, namun tetap berwibawa.