Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Idul Fitri Momentum Merawat Toleransi Beragama

Kompas.com - 23/04/2023, 06:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADANYA penolakan shalat Idul Fitri di fasilitas publik yang dimiliki Pemkot Sukabumi dan Pemkot Pekalongan untuk shalat Idul Fitri pada Jumat, 21 April 2023, mengundang beragam komentar hingga polemik.

Perbedaan penetapan tanggal hari raya masih menjadi persoalan, meski intensitasnya mulai mengecil dibandingkan era sebelumnya.

Maka di sinilah pentingnya literasi beragama, utamanya toleransi internal umat beragama dan toleransi antarumat beragama. Idealnya setiap insan beragama mampu merayakan perbedaan dengan indah dalam bingkai kemanusiaan dan kebangsaan.

Meski ada perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 H, sejatinya hari raya harus tetap menjadi momen yang penuh dengan keceriaan, kebersamaan, dan keikhlasan dalam beribadah.

Dan tentu saja, sebagai seorang Muslim harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam menjalankan ibadah.

Termasuk peran signifikan dari pemerintah, sebagaimana yang diharapkan oleh Haedar Nashir, Ketua Umum Muhamadiyah, “Negara harus hadir menjadi pihak yang adil dan ihsan dalam memandang dan memberikan fasilitas jika terjadi perbedaan waktu Hari Raya Lebaran Idul Fitri 2023 di Indonesia.”

Masyarakat harus memaknai perbedaan sebagai keberkahan, sebagaimana pesan Rasulullah SAW, al ikhtilaafu ummati rahmah yang berarti perbedaan di antara umatku adalah rahmat.

Perbedaan harus dimaknai sebagai keindahan yang harus dipupuk dan tidak dijadikan sebagai alat politis yang berpotensi menumbuhsuburkan konflik dan perpecahan bangsa.

Momentum Idul Fitri 1444 H adalah momentum kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya, yakni fitrah manusia yang mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan dan kedamaian.

Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan diharapkan mampu memupuk persatuan dan kesatuan bangsa untuk meredam perpecahan bangsa.

Toleransi antarumat beragama

Beribadah bagi umat beragama merupakan hak asasi paling dalam yang harus dipahami oleh setiap manusia, termasuk umat Islam.

Tulisan imam besar Masjid Istiqlah, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar merujuk pesan Nabi Muhammad SAW, yang sejak awal selalu memberikan perhatian terhadap hak beribadah kepada umat non-Muslim.

Nabi Muhammad SAW juga memberi kesempatan kepada umat non-Muslim beribadah atau Nabi tidak pernah terdengar mencekal seseorang melakukan ibadah, asal yang dilakukan itu betul-betul ibadah sesuai dengan tuntunan ibadah dalam agamanya.

Bahkan Nabi Muhammad, senantiasa mengingatkan umatnya jika melakukan peperangan dengan suatu kaum agar tidak merusak atau menghancurkan rumah-rumah ibadah mereka.

Larangan seperti ini terus dipertahankan para Khulafa al-Rasyidin yang melanjutkan kepemimpinan Nabi setelah wafat.

Dalam tulisan Albalaziri dikutip sebuah riwayat yang menuliskan perjanjian Nabi dengan non-Muslim yang di antara pasalnya disebutkan sebuah redaksi cukup menarik, yaitu: "Seorang uskup tidak mesti mengubah keuskupannya, begitu pula seorang rahib tidak perlu mengubah kerahibannya, dan begitu pula seorang pendeta tidak perlu mengubah kependetaannya" (h. 76).

Dalam kesempatan lain, Nabi pernah bersabda sebagaimana dikutip dalam buku Albalaziri: "Barangsiapa yang tetap dalam agama Yahudi atau Nashrani maka ia tidak akan dipersoalkan" (h. 82).

Bahkan di dalam Kitab Ibn Katsir mengutip sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah memberikan izin kepada delegasi tokoh lintas agama, khususnya mereka yang beragama Nashrani Najran melakukan kebaktian di samping masjid Nabi ketika mereka melakukan kunjungan persahabatan dengan Nabi. (Jilid IV h. 91).

Apa yang telah dilakukan Nabi juga dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Kebijakannya terhadap penduduk Iliyah (Palestina) ditegaskan bahwa: "Gereja-gereja mereka tidak dapat ditinggali (oleh orang-orang Islam), dirobohkan, atau dikurangi, termasuk pagar-pagarnya, begitu pula salib-salib mereka dan apa saja dari kekayaan mereka. Mereka tidak boleh dipaksa atas agamanya, dan tidak boleh ada di antara mereka yang mendapatkan mudharat". (Lihat kembali artikel terdahulu tentang Piagam Aeliya).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Amr bin 'As, memberikan kebebasan sepenuhnya umat non-Muslim melakukan ibadah dan merawat rumah-rumah ibadah mereka dengan baik.

Ia memberikan jaminan kebebasan beragama kepada seluruh wilayah yang dikuasainya dan menganjurkan kepada pemerintah di tingkat daerah agar menjamin hak-hak beribadah bagi warga non-Muslim.

Sir Thomas Arnold pada 1950-an, pernah membantah rekan-rekannya dari kalangan orientalis yang mengatakan Islam berkembang di seantero dunia karena pedang.

Ia berpendapat bahwa banyaknya orang beralih ke agama Islam karena keluhuran ajaran dan kemuliaan pemimpinnya, sama sekali bukan karena ancaman atau tekanan terhadap mereka.

Bulan suci Ramadhan dikenal memiliki banyak kemuliaan, mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga bulan syahru jihad atau bulan jihad.

Dikatakan syahru jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadhan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam.

Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), padahal makna esensial yang relevan dengan konteks saat ini adalah kemampuan menahan diri untuk tidak melakukan kerusakan. Oleh karena itulah Ramadhan disebut juga dengan dengan syahrul jihad.

Nabi Muhammad SAW seusai memenangi perang mengatakan, roza'kna min jihadil asgar ila jihadil akbar (kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar).

Kemudian para sahabat bertanya,"lalu seperti apa jihad akbar itu ya, Rasulullah?"

Rasulullah menjawab, jihadul akbar jihadul nafs, jihad akbar itu adalah perang melawan diri sendiri untuk melawan diri sendiri dari segala hawa nafsu yang bisa menghancurkan baik diri sendiri maupun orang lain dan itulah esensi dari berpuasa.

Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya perlu menamkan nilai-nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, memupuk terus toleransi untuk menghindari perpecahan.

Berjihad melawan diri sendiri, melawan keegoan kita sendiri, sesungguhnya adalah jihad kita bersama untuk mengokohkan NKRI tercinta. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com