Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ganjar, Lawu, dan Batu Tulis

Kompas.com - 23/04/2023, 06:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SABTU, 22 April 2023, jam 13.00 WIB, saya dan bakal calon Presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ganjar Pranowo berbincang-bincang singkat lewat handphone.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang sehari sebelumnya ditetapkan sebagai calon dari PDI Perjuangan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di tempat Prabu Siliwangi dinobatkan sebagai Raja Pajajaran tahun 1421, sedang dalam perjalanan dari Solo ke Purbalingga, Jawa Tengah.

“Mas Osdar, masih ingatkah hari Sabtu, 4 Oktober 2014, di Solo kita berdua berbincang-bincang tentang Gunung Lawu? Ketika itu, Mas Osdar baru saja dari tempat tinggal Pak Jokowi,” kata Ganjar pada saya lewat telepon.

“Ya saya ingat,” jawab saya.

“Ketika itu, Bung Ganjar mengatakan kepada saya, bahwa Mas Ganjar adalah anak Gunung Lawu,” kata saya lebih lanjut.

Sebelum bertemu Ganjar, waktu itu saya bersama beberapa orang teman, antara lain Maria Hamid (pegawai perusahaan minyak bumi Italia, ENI), Romo Somar MSC, Budi Kuncoro (sekarang staf khusus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan), pemain gitar Abdi Negoro, Romo Beni Susetyo, dan Wali Kota Solo (waktu itu) FX Hadi Rudyatmo berada di rumah Jokowi.

Waktu itu kami dan Jokowi membahas kemungkinan gagalnya pelantikan presiden di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Senin 20 Oktober 2014.

Pertemuan dan pembahasan kemungkinan gagalnya pelantikan presiden itu selesai setelah saya mengatakan kepada Jokowi,“Setahu saya presiden yang dahulu kalau ada masalah dibawa ke Gunung Lawu”.

“Saya tahu maksud Mas Osdar,” kata Jokowi waktu itu.

”Pak Rudi tolong disiapkan untuk acara di Lawu,” lanjut Jokowi kepada wali kota Solo masa itu.

Seperti diketahui Gunung Lawu menurut kepercayaan sebagian orang Jawa, adalah gunung bersejarah yang mistis, tempat para raja-raja Majapahit dan Mataram bermeditasi atau mencari inpirasi.

Pangeran Samber Nyawa atau Pangeran Mangkunagara I juga dikenal sebagai Sunan Gunung Lawu.

Coba baca buku “Samber Nyawa – Kisah Perjuangan Seorang Pahlawan Nasional - Pangeran Mangkunegara I (1726 – 1795),“ tulisan sejarahwan MC Ricklefs yang tebalnya 578 halaman (diterbitkan penerbit Kompas 2021).

Kembali ke perbincangan singkat saya dengan Ganjar Pranowo hari Sabtu, sehari setelah pemakaian kopiah oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati kepada capres dari partai terbesar di Indonesia tersebut.

Kepada Ganjar, saya mengatakan bahwa sebelum saya kontak dengan bakal calon presiden untuk pemilihan presiden 2024 itu, saya baru saja mendapat telepon dari ahli sejarah politik masyarakat Sunda tradisional, DR Indiana Ngenget M.Si.

“Pengumuman pencalonan Pak Ganjar oleh Ibu Megawati itu punya arti filosofis dan mistis bagi masyarakat Sunda, karena digelar di batu prasasti Batutulis, tempat Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja (1421 – 1482),“ demikian kata Indiana yang mendapat gelar doktor politik dari Universitas Indonesia tahun 2013 tersebut.

Menurut Indiana yang lahir (1965) dan tinggal di Cinangneng, Kecamatan Situdaun, Bogor barat itu, Bung Karno sangat memahami tentang sejarah politik tradisional masyarakat Sunda.

“Maka Bung Karno menginginkan dimakamkan di wilayah itu, walaupun kemudian oleh Suharto ditetapkan untuk dimakamkan di Blitar, Jawa Timur,” ujar penulis buku “Masyarakat Sunda Tradisional - Kebudayaan, Nalar, dan Konsepsi Kekuasaan Politik (diterbitkan 2021 oleh Penerbit Madani, Malang, Jawa Timur).

Dalam percakapan dengan dosen dan peneliti di Prodi Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta itu, secara panjang diuraikan terperinci tentang konsepsi pemikiran politik Sunda tradisional yang ditulis dalam bukunya.

“Sifat kekuasaan Sunda tradisional selalu berhubungan dengan hal-hal gaib, adikodrati, mistis dan tidak empirik,” ujar Indiana.

“Saya berharap sekali Ibu Megawati dan Pak Ganjar Pranowo atau Presiden Jokowi, mengerti tentang hal itu. Tapi dugaan saya Megawati mendapat pengertian itu dari Bung Karno,” kata Indiana yang saat ini masih giat mengadakan penelitian tentang tradisi politik kerajaan-kerajaan Jawa masa lalu.

Menurut Ganjar, ia menginap di ruang tempat tidur Bung Karno di Batutulis dan mandi dengan air di mata air di tempat tersebut sebelum dia diumumkan oleh Megawati sebagai calon resmi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada saat menjelang malam Takbiran dan bertepatan dengan perayaan Hari Kartini.

RA Kartini (1898 – 1904) ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden RI pertama Sukarno pada 1964.

Pengumuman capres PDI Perjuangan di tempat bersejarah dan penuh hal mistis itu dihadiri oleh para kader terkemuka PDI Perjuangan, yakni Hasto Kristiyanto (Sekjen PDI Perjuangan yang banyak berperan dalam acara di Batutulis ini), Muhammad Prananda Prabowo, Puan Maharani, Jokowi, dan Olly Dondokambey yang disebut punya peran penting penyediaan transportasi gratis untuk para pemudik Lebaran.

Prasasti Batutulis dibuat oleh putra Prabu Siliwangi bernama Surawisesa yang menjadi penguasa Kerajaan Pajajaran 1521 – 1535.

Prasasti ini adalah penunjuk pada eksistensi Kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi yang terkenal penuh kisah mitologi supranatural.

Dalam buku “Masyarakat Sunda Tradisional – Kebudyaan, Nalar dan Konsepsi Kekuasaan Politik”, Indiana Ngenget, mengkisahkan seperti berikut.

Pajajaran sebagai kerajaan yang telah sirna, mulai dikenal Belanda sejak 1687. Saat itu Sersan Scipio dengan pasukannya mendatangi daerah Batutulis yang dicatatnya sudah berupa puing-puing yang dikelilingi hutan belantara tua.

Seorang di antara anggota ekspedisi Belanda menderita patah leher karena diterkam harimau di daerah puing-puing peninggalan Pajajaran.

Orang Belanda saat itu yang bernama GJ Joanes Camphuijs menulis laporan kepada atasannya di Amsterdam yang berbunyi sperti berikut di bawah ini.

“Dalam Istana, terutama tempat duduk (singasana) raja ‘Jawa’ Pajajaran sekarang (abad ke 17), masih dikerumuni, dijaga dan dirawat oleh sejumlah besar harimau.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com