JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut banyak pihak yang kecewa ketika Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencabut perjanjian Jeda Kemanusiaan di Papua.
YLBHI sendiri menanyakan, mengapa perjanjian yang berimplikasi pada perdamaian di Papua tersebut bisa dicabut setelah komisioner Komnas HAM berganti.
"Pertama kami menanyakan kepada Komnas HAM kok bisa berubah orang, kalau itu yang terjadi, kebijakan komisioner yang lama bisa diubah dengan alasan administrasi, ya kita sedih melihatnya," ujar Isnur dalam diskusi virtual, Kamis (20/4/2023).
Padahal, kata Isnur, perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) Jeda Kemanusiaan adalah langkah awal membangun kepercayaan antara pihak yang berkonflik di Papua.
Baca juga: Pengamat: Puluhan Tahun Operasi Militer di Papua Tak Berhasil Selesaikan Masalah
Komnas HAM awalnya tidak dipercaya menjadi penengah dialog damai di Papua, termasuk membuat perjanjian Jeda Kemanusiaan.
Masyarakat Papua pesimis karena Komnas HAM dianggap menjadi bagian dari pemerintah Indonesia.
"Yang saya dengar sebenarnya banyak teman-teman Papua yang tidak percaya dengan Komnas HAM, Komnas HAM kan bagian dari Pemerintah Indonesia anggapannya," ucap dia.
"Tapi seiring waktu dan usaha yang panjang dilakukan 2-3 tahun dan nampak keseriusan, itu mulai banyak pihak yang menghormati dan mengakui keseriusan Komnas HAM (di bawah Komisioner periode 2017-2022) melakukan upaya-upaya seperti itu," sambung Isnur.
Masyarakat Papua dan kelompok-kelompok yang berkonflik kemudian mulai memperlihatkan kepercayaan kepada Komnas HAM.
Baca juga: Trauma Warga Melihat Prajurit TNI yang Semakin Banyak Dikirim ke Papua...
Pada 11 November 2022 ditandatangani lah perjanjian Jeda Kemanusiaan di Jenewa.
Saat itu yang menandatangani adalah Dewan Gereja, Majelis Rakyat Papua, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komnas HAM.
"Tiba-tiba (setelah Komisioner Komnas HAM berganti, Jeda Kemanusiaan) dihentikan secara sepihak, kami bertanya, sedih melihatnya, kecewa di sini," kata Isnur.
Sebelumnya, Komnas HAM memutuskan tidak melanjutkan perjanjian Jeda Kemanusiaan di Papua karena alasan administrasi.
Menurut Atnike, perjanjian itu tidak seharusnya dilakukan oleh Komnas HAM bersama Dewan Rakyat Papua dan ULMWP, tetapi antara TNI dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Baca juga: Komnas HAM Desak TPNPB-OPM Bebaskan Pilot Susi Air
"Sehingga Komnas HAM tidak pada posisi untuk melanjutkan kesepakatan yang tertuang dalam MoU Jeda Kemanusiaan," ucap Atnike dalam keterangan tertulis, Kamis (9/2/2023).
Selain itu, MoU Jeda Kemanusiaan di Papua, kata Atnike, dilakukan oleh Anggota Komnas HAM periode sebelumnya yang diketuai oleh Ahmad Taufan Damanik.
Komnas HAM saat itu melakukan penandatangan MoU Jeda Kemanusiaan untuk meredam konflik Papua yang semakin memanas.
Setelah Komisioner Komnas HAM yang menjabat saat ini mempelajari MoU yang dibuat ditemukan kecacatan prosedur.
Selain Komnas HAM tak menjadi bagian yang berkonflik di Papua, keputusan MoU Jeda Kemanusiaan juga disebut menyalahi prosedur pengambilan keputusan.
Baca juga: TNI Siaga Tempur di Papua Diduga Tanpa Perintah Presiden, Jokowi Diminta Bertindak
"Proses inisiatif MoU Jeda Kemanusiaan yang dilakukan oleh Komnas HAM periode 2017-2022 tidak selaras dengan prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan di Komnas HAM," ucap Atnike.
Kini, konflik bersenjata di Papua kembali memanas , salah satu pemicu besarnya setelah empat prajurit TNI gugur dalam operasi penyelamatan Kapten Philip di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan.
Akibat peristiwa itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meningkatkan status operasi TNI di Nduga, Papua menjadi siaga tempur.
"Kita tetap melakukan operasi penegakan hukum dengan soft approach dari awal saya sudah sampaikan itu, tapi tentunya dengan kondisi seperti ini, di daerah tertentu kita ubah menjadi operasi siaga tempur," kata Panglima di Mimika, Papua Tengah melalui rekaman suara yang dibagikan, Selasa (18/4/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.