Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdillah Toha
Pemerhati Politik

Pemerhati politik, sosial, ekonomi, agama

Suap Antar-Lembaga

Kompas.com - 18/04/2023, 05:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAMPIR tiap hari kita dikejutkan oleh kasus-kasus korupsi baru. Terakhir, berita sensasional yang dimulai pengumuman Menko Polhukam Mahfud MD dari hasil laporan PPATK serta respons Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Netizen yang geger, dilawan oleh anggota DPR yang angkuh dan self defensive. Menuduh balik Menko Polhukam membuat sensasi yang tidak berdasar.

Saya akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya sebagai anggota DPR beberapa periode lalu.

Suatu saat, ketika saya sedang mengikuti rapat di Komisi I, sekretaris membisiki saya ada pimpinan lembaga tertentu yang ingin bertemu saya. Saya jawab, sampaikan akan saya terima setelah rapat diskors pada saat jam makan siang.

Saat itu saya sebagai ketua Fraksi PAN. Ketika saya temui, topik yang dibahas intinya keberatan lembaga itu jika soal perizinan tertentu yang menjadi salah satu sumber besar pemasukan resmi (dan tidak resmi) bagi lembaga itu, sedang dipertimbangkan untuk dipindahtangankan ke lembaga pemerintah lain yang fungsinya mirip.

Memang saat itu sedang ada rencana perubahan peraturan tentang hal yang dibahas. Saya sampaikan akan saya bahas dengan anggota fraksi saya, tetapi kami minta agar bapak-bapak mengajukan usulan yang berisi alasan keberatan lembaga bapak.

Beberapa hari setelah itu, datang lagi utusan mereka dengan membawa dua map. Satu map agak tipis dan map lain tebal sekali dengan puluhan staples di seluruh pinggir mapnya.

Ketika sampai di rumah, saya buka map tipis terlebih dahulu yang ternyata berisi proposal.

Setelah itu saya buka map satunya dengan mencabut beberapa staples tersebut. Ketika baru sebagian kecil staples dicabut, saya terkejut melihat tumpukkan uang kontan di dalam map yang gendut itu.

Keesokan harinya, map gendut saya kembalikan lewat kawan anggota DPR yang mengenalkan saya dengan lembaga itu. Tidak lama kemudian, saya mendapatkan telepon dengan nada ketakutan karena “insentifnya” ditolak.

Saya sampaikan kepada mereka jangan khawatir, saya akan tetap membahas proposal ini dengan anggota fraksi meski tanpa insentif.

Ujung dari cerita ini, rencana mengubah peraturan tersebut batal dan dimenangkan oleh lembaga yang mencoba merayu saya dengan insentif. Bisa jadi lembaga lawannya tidak mampu menandingi besarnya insentif yang diberikan kepada fraksi-fraksi lain.

Dalam kasus ini yang terjadi adalah upaya penyuapan lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif.

Tulisan ini hanya membahas lembaga resmi pemerintah, tidak berarti bahwa legislatif itu bebas dari penyuapan dari lembaga-lembaga swasta. Bahkan saya curiga yang terakhir ini lebih banyak.

Dalam banyak kasus, lain hal yang umum terjadi. Lembaga pemerintah menyuap lembaga pemerintah lain untuk mendapatkan izin tertentu atau mempercepat prosesnya, seperti izin perjalanan, izin pembangunan properti, izin pertambangan, perkebunan dan lain-lain.

Meski tidak semua, pejabat yang diberikan kewenangan untuk mengeluarkan izin baik secara pribadi maupun grup, banyak yang merasa bahwa jabatan itu adalah karunia rezeki dari langit yang dianugerahkan kepada mereka. Mereka tidak menganggap jabatan sebagai amanah yang menyangkut dosa sangat besar bila dilanggar.

Suksesnya KPK Hongkong

Jadi kita tidak perlu heran bila anggota DPR belum lama ini mencak-mencak, keberatan terhadap berbagai pernyataan Menko Polhukam yang dianggap menyudutkan apa yang disebut sebagai wakil-wakil rakyat yang terhormat.

Menurut saya, dalam pemerintahan Presiden Jokowi pada periode dua yang terkenal antara lain dengan kebijakan melumpuhkan KPK lewat UU baru, presiden dan DPR telah sepakat memberikan rasa lega anggota DPR dan eksekutif agar tidak diikuti gerak-geriknya dengan mempersulit KPK untuk melakukan sadap dan OTT (Operasi Tangkap Tangan).

Kita semua tahu ada ungkapan terkenal bahwa untuk membersihkan lantai, sapunya harus dibersihkan terlebih dahulu.

Untuk membebaskan dan membersihkan negeri ini dari korupsi, maka langkah pertama yang harus diutamakan adalah membersihkan para penegak hukum termasuk kepolisian, kejaksaan, hakim pengadilan sampai hakim agung dan hakim konstitusi serta tidak lupa DPR.

Tanpa itu, tidak ada harapan negeri ini akan bebas dari korupsi seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negeri lain seperti Korea Selatan, Singapura, Jepang, dan banyak lagi.

Bahkan di China, konon pejabat korup dibawa ke dalam proses pengadilan yang cepat, kemudian segera dieksekusi mati.

Dalam kasus KPK Hongkong, yang dibersihkan paling awal adalah lembaga kepolisian yang terkenal korup pada masa itu sampai terjadi tembak-menembak antara KPK baru Hongkong yang didukung oleh pemerintah kolonial dengan pihak kepolisian.

Ujungnya tercapai kesepakatan penghentian tembak-menembak dan sepakat untuk melupakan kasus-kasus korupsi polisi di masa lalu yang tidak akan dituntut lagi.

Namun mulai saat kesepakatan ditandatangani, polisi akan ditindak tegas bila terulang kasus korupsi di kalangan polisi dan tidak akan diberi kekebalan hukum atau ampun. Cerita ini sangat terkenal dan bahkan telah dijadikan film Hollywood yang menarik.

Yang kita bahas di sini adalah korupsi oleh dan untuk lembaga, bukan korupsi oknum-oknum (perorangan). Kalau korupsi oleh oknum, tidak perlu dibicarakan lagi karena sudah terlalu banyak.

Lembaga yang paling banyak menjadi sasaran korupsi biasanya adalah BUMN, terutama yang cash rich seperti Pertamina.

BUMN-BUMN kaya itulah yang menjadi sasaran korupsi oleh oknum maupun objek pemerahan oleh lembaga lain, pemerintah maupun swasta.

Juga lembaga-lembaga sosial pengumpul dana baik pemerintah maupun swasta atau pribadi, meski sudah lama ada aturannya, yang terbaru antara lain peraturan MENSOS RI No. 8 Tahun 2021 termasuk peraturan audit berkala terhadap penerima dana publik.

Sampai saat ini rasanya kita belum pernah membaca atau menyaksikan adanya laporan publik, apalagi teraudit dari lembaga-lembaga yang besar.

Bayangkan saja, sumbangan masyarakat dalam negeri untuk korban tsunami Aceh pada akhir 2004 yang bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan triliun rupiah melalui organisasi-organisasi sosial dan politik tertentu yang sampai saat ini rasanya belum pernah dilaporkan ke publik.

Jadi seperti disebutkan di atas, tinggal tergantung kita. Apakah kita mau bersih-bersih di negeri ini seperti Singapura, Korea Selatan, dan lain-lain, atau kita santai saja menikmati kehidupan yang tidak terlalu jujur, tetapi beginilah nasib kita, yang kaya menjadi makin makmur, yang miskin menjadi makin terpinggirkan.

Kelas menengah menjadi makin tipis dan kesejahteraan masing-masing warga negara tidak ditentukan oleh meritokrasi, tetapi oleh kepiawaiannya mengembangkan jaringan (network) yang merupakan jalan pintas mencapai kekayaan dan kejayaan.

Berbicara tentang DPR, harus diakui ada lebih banyak anggota-anggota DPR yang berintegritas.

Sayangnya, orang-orang bersih ini tidak berani berbicara jujur karena seperti pernah disebutkan oleh seorang anggota DPR yang mempunyai kedudukan tinggi di partainya.

Dia mengaku tidak punya wewenang untuk berbicara bebas karena seluruh perjalanannya di lembaga yang katanya mewakili rakyat itu harus sesuai dengan instruksi pimpinan tertinggi partainya.

Atau takut bila hidup yang sudah nyaman dengan gaji, berbagai tunjangan, dan fasilitas sebagai anggota DPR hilang begitu saja karena terkena PAW (Pergantian Antar Waktu).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com