Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Mudik, Pulang untuk Maaf yang Tak Selalu Terkatakan

Kompas.com - 16/04/2023, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Luka itu harus dibasuh, dibalut, hingga akhirnya kering dan sembuh. Obat apa yang bisa membasuh dan menyembuhkan luka seperti itu?

Tak ada obat kedokteran dan tak ada ahli kedokteran yang mampu menanganinya. Hanya kekuatan maaf pada diri kita masing-masing yang bisa melakukannya

Maaf yang tak selalu terkatakan

Masalahnya, tidak setiap kita bisa mengungkapkan rasa seperti cinta apalagi permintaan dan pemberian maaf dengan lugas.

Walau mungkin tidak setiap orang yang menjalani mudik lebaran mencari dan menghayati keajaiban maaf sedahsyat kisah Amir, tradisi tahunan ini bisa jadi adalah salah satu gesture pengungkapan cinta dan maaf yang tak selalu bisa dikatakan itu.

Bagaimana pun, frasa meminta maaf adalah yang paling umum terlontar, entah di bibir saja atau sepenuh jiwa, setiap kali mudik lebaran. Pengajar komunikasi politik Universitas Diponegoro, Wijayanto, menyebut mudik adalah modal sosial khas Indonesia. 

"Mudik itu sangat berbau antropologis, bercampur budaya kita. Ada sungkem ke orangtua dan saudara. Lalu ada tradisi ujung-ujung, sowan atau bersilaturahim ke tetangga. Itu khas sekali," ungkap Wijayanto, dalam perbincangan dengan Kompas.com melalui telepon, Senin (3/6/2019).

Bahkan, Wijayanto menyebut mudik lebaran merupakan momentum yang menyentuh sampai ke alam bawah sadar individu.

Tanpa kata-kata, tangis bisa meleleh di sudut hening rumah orangtua ketika anak-anaknya tak bisa mudik lebaran. Sebaliknya, lelehan tangis pun bermunculan di setiap sudut ketika keluarga besar dapat berkumpul dan menggelar sungkeman.

Setidaknya, senyum dan tawa sumringah cenderung muncul ketika wajah kerabat dan saudara bertemu di pertemuan keluarga, tak peduli pernah ada silang sengketa atau jarak yang membentang terlalu jauh dan lama di antara mereka. 

Meski baru menjadi tradisi sejak era 1970-an, mudik adalah "migrasi" tahunan di Indonesia yang sarat muatan rasa.

Bahkan bila tak ada persoalan yang butuh kata maaf saling dipertukarkan, kebahagiaan yang dibawa jutaan orang dari tempat rantau ke kampung halaman, dengan segala oleh-oleh atau malah "sekadar" kehadiran kembali meski sesaat, adalah sebuah modal sosial yang tak dapat dinafikan sebagai sebuah fondasi kekuatan sosial berkelanjutan. 

Baca juga: Pada Ramadhan dan Lebaran 2023, Ekonomi Indonesia Berharap...

Namun, apakah ini masih relevan ketika kedua orangtua atau bahkan semua sanak saudara sudah berpulang? 

Kembali ke kisah Amir, ada kebutuhan yang mungkin juga dapat terpenuhi lewat tradisi mudik tahunan ini. Setiap orang punya krisis masing-masing. Kembali ke kampung halaman atau tempat yang lama menjadi domisili pada masa lalu bisa saja menjadi bagian dari solusi krisis diri.

Terlebih lagi, kerap kali memaafkan bukanlah tentang orang lain melainkan soal diri sendiri. Kadang kala, kembali ke lokasi yang pernah lekat di masa lalu, adalah cara menelisik kisah bahagia yang pernah ada, untuk kemudian bisa memberi maaf ke siapa pun juga, termasuk ke diri sendiri.

Ibarat penanggalan sebelum masehi dan setelah masehi, ada masa yang kerap kita tandai sebagai sebelum krisis menerpa hidup kita dan sesudahnya. Bisa jadi, krisis itu sampai mengubah kita sedemikian rupa menjadi sosok yang benar-benar berbeda antara sebelum dan sesudahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com