Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Mudik, Pulang untuk Maaf yang Tak Selalu Terkatakan

Kompas.com - 16/04/2023, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JANGAN pernah meremehkan kekuatan maaf. Kalimat ini menjadi pesan kental dan sepenggal judul tulisan Amir Sodikin di Kompas.com, "The Power of Maaf", Jangan Remehkan Kekuatan Maaf.

Dalam perenungan Amir, kekuatan maaf hanya mensyaratkan satu hal untuk bisa digunakan oleh siapa saja. Syarat itu adalah punya stok maaf, baik untuk meminta maaf maupun sebaliknya memberikan maaf.

Amir bertutur tentang kekuatan maaf itu lewat kisah yang dia saksikan dalam sebuah pelatihan. 

Siang itu, tutur Amir, di sebuah ruang pelatihan yang diampu oleh seorang psikolog, suasana dibangun hening. Para peserta diminta memejamkan mata. Keheningan pun semakin mencekam, gelap pekat bagi masing-masing individu.

Semua orang diminta melakukan perjalanan virtual ke masa lalu. Mencari residu sakit hati, dendam kesumat, ataupun kejadian traumatis terkait hubungannya dengan sesama manusia di masa lalu, entah dengan anggota keluarga, teman, orang dekat, atau orang lain.

Setelah residu sakit hati itu ketemu, setiap orang diminta memaafkan mereka yang telah menyakiti kita. Sebesar apa pun kesalahan yang telah diperbuat oleh orang itu, kita harus rela memaafkannya.

Ibarat gim atau permainan, target perburuan perjalanan virtual itu adalah mencari luka-luka batin akibat hubungan buruk yang belum termaafkan. Cari induknya dan untuk menghancurkan residu itu maka tembakkanlah seratus maaf, jika kurang seribu, bahkan selaksa, bila perlu sejuta maaf yang kita miliki.

Terasa berat dan sakit, tetapi saat residu itu rontok maka jiwa seolah ringan, terbang melayang, serasa lahir menjadi manusia tanpa beban, kembali ke fitrah manusia yang memang penuh maaf.

Instruktur pun memberi aba-aba agar peserta mengakhiri perjalanan virtual hari itu. Peserta pun diminta membuka mata kembali.

Tiba-tiba….”bruk...”, Amir mendengar teman di sebelahnya terjatuh dari posisi duduknya. Tubuhnya lunglai, lemas, dan air mata tampak meleleh. Sang kawan jatuh pingsan.

Baca juga: Mudik Lebaran, Pulang Menjemput Keajaiban Maaf...

Instruktur pun segera membangunkan kawan Amir. Beberapa saat kemudian, si teman tersebut bangun. Sesenggukan dan linangan air mata seolah mengatakan semua yang terjadi. Semua peserta diam, tak ada yang mencoba berani bertanya apa yang sedang terjadi.

“Sakit…, Mir,” ujar Amir menirukan sang kawan yang berucap selepas meneguk segelas air dari instruktur. “Kesalahan dia sebenarnya sudah saya lupakan. Tapi belum pernah benar-benar saya maafkan, sekarang saya sudah memaafkannya. Proses memaafkannya itu yang sakit, tapi setelah itu rasanya lega,” lanjut Amir menuturkan ulang kata-kata kawannya.

Dendam kesumat dan luka batin adalah “racun” atau energi negatif yang bisa menggerogoti jiwa seseorang. Jika seseorang telah mampu memaafkan kesalahan orang lain yang dianggap sebagai kesalahan terbesar yang pernah dilakukan pada diri kita, kesalahan-kesalahan kecil lainnya sudah tentu lebih mudah untuk dimaafkan.

Orang-orang yang telah memaafkan masa lalunya, yang mampu berdamai dengan keadaan masa lalu, lebih ringan menghadapi masa depan sesulit apapun itu. Orang-orang yang ringan memaafkan, jiwanya lebih sehat, mudah lepas dari rongrongan sakit hati.

Kata-kata maaf, entah meminta maaf atau memberikan maaf, ternyata berkhasiat seperi terapi pada diri kita sendiri. Luka batin masa lalu, entah karena disakiti “mantan”, disakiti musuh, dikhianati orang kepercayaan, difitnah rekan kerja atau orang terkasih, atau karena cekcok dengan keluarga, tak semestinya dibawa lari sepanjang hidup.

Luka itu harus dibasuh, dibalut, hingga akhirnya kering dan sembuh. Obat apa yang bisa membasuh dan menyembuhkan luka seperti itu?

Tak ada obat kedokteran dan tak ada ahli kedokteran yang mampu menanganinya. Hanya kekuatan maaf pada diri kita masing-masing yang bisa melakukannya

Maaf yang tak selalu terkatakan

Masalahnya, tidak setiap kita bisa mengungkapkan rasa seperti cinta apalagi permintaan dan pemberian maaf dengan lugas.

Walau mungkin tidak setiap orang yang menjalani mudik lebaran mencari dan menghayati keajaiban maaf sedahsyat kisah Amir, tradisi tahunan ini bisa jadi adalah salah satu gesture pengungkapan cinta dan maaf yang tak selalu bisa dikatakan itu.

Bagaimana pun, frasa meminta maaf adalah yang paling umum terlontar, entah di bibir saja atau sepenuh jiwa, setiap kali mudik lebaran. Pengajar komunikasi politik Universitas Diponegoro, Wijayanto, menyebut mudik adalah modal sosial khas Indonesia. 

"Mudik itu sangat berbau antropologis, bercampur budaya kita. Ada sungkem ke orangtua dan saudara. Lalu ada tradisi ujung-ujung, sowan atau bersilaturahim ke tetangga. Itu khas sekali," ungkap Wijayanto, dalam perbincangan dengan Kompas.com melalui telepon, Senin (3/6/2019).

Bahkan, Wijayanto menyebut mudik lebaran merupakan momentum yang menyentuh sampai ke alam bawah sadar individu.

Tanpa kata-kata, tangis bisa meleleh di sudut hening rumah orangtua ketika anak-anaknya tak bisa mudik lebaran. Sebaliknya, lelehan tangis pun bermunculan di setiap sudut ketika keluarga besar dapat berkumpul dan menggelar sungkeman.

Setidaknya, senyum dan tawa sumringah cenderung muncul ketika wajah kerabat dan saudara bertemu di pertemuan keluarga, tak peduli pernah ada silang sengketa atau jarak yang membentang terlalu jauh dan lama di antara mereka. 

Meski baru menjadi tradisi sejak era 1970-an, mudik adalah "migrasi" tahunan di Indonesia yang sarat muatan rasa.

Bahkan bila tak ada persoalan yang butuh kata maaf saling dipertukarkan, kebahagiaan yang dibawa jutaan orang dari tempat rantau ke kampung halaman, dengan segala oleh-oleh atau malah "sekadar" kehadiran kembali meski sesaat, adalah sebuah modal sosial yang tak dapat dinafikan sebagai sebuah fondasi kekuatan sosial berkelanjutan. 

Baca juga: Pada Ramadhan dan Lebaran 2023, Ekonomi Indonesia Berharap...

Namun, apakah ini masih relevan ketika kedua orangtua atau bahkan semua sanak saudara sudah berpulang? 

Kembali ke kisah Amir, ada kebutuhan yang mungkin juga dapat terpenuhi lewat tradisi mudik tahunan ini. Setiap orang punya krisis masing-masing. Kembali ke kampung halaman atau tempat yang lama menjadi domisili pada masa lalu bisa saja menjadi bagian dari solusi krisis diri.

Terlebih lagi, kerap kali memaafkan bukanlah tentang orang lain melainkan soal diri sendiri. Kadang kala, kembali ke lokasi yang pernah lekat di masa lalu, adalah cara menelisik kisah bahagia yang pernah ada, untuk kemudian bisa memberi maaf ke siapa pun juga, termasuk ke diri sendiri.

Ibarat penanggalan sebelum masehi dan setelah masehi, ada masa yang kerap kita tandai sebagai sebelum krisis menerpa hidup kita dan sesudahnya. Bisa jadi, krisis itu sampai mengubah kita sedemikian rupa menjadi sosok yang benar-benar berbeda antara sebelum dan sesudahnya.

Masalahnya, apakah kita harus menghapus segala hal yang terkait dengan krisis itu, sekalipun orang, lokasi, atau benda yang terkait dengannya pernah memberi kita bahagia? Mengapa tidak kita pilah dengan lebih bijak, ada hal-hal baik yang pernah ada bahkan bila kemudian hal yang sama menyeret kita ke dalam krisis yang meluluhlantakkan?

Lysa Terkeurst, misalnya, mengajak kita untuk merenungi itu semua lewat bukunya yang menjadi salah satu best seller The New York Times pada 2020, Forgiving What You Can't Forget.

Buat orang Islam yang merayakan Lebaran, perintah memaafkan sebagai hal mulia dan lebih baik untuk dilakukan, muncul pula berkali-kali pula dalam Al Quran. Salah satunya, QS Asy-Syura (42):43. 

Lalu, ada pula Lydia Woodyatt dkk yang menyusun Handbook of the Psychology of Self-Forgiveness, terbitan Springer pada 2017. Ada banyak kajian, kutipan, pembahasan, dan bahkan tulisan psikologi lain yang mengupas pentingnya permaafan, termasuk ke diri sendiri itu.

Pada akhirnya, semua itu bukan untuk siapa-siapa melainkan diri kita sendiri. Karena, hidup masih berjalan dan layak diperjuangkan di tiap kali bahkan di saat terberat menurut kita sekalipun.

Keajaiban maaf adalah milik setiap orang. Tinggal maukah kita mengisi ulang stok maaf, untuk meminta atau sebaliknya memberi maaf sekalipun tak selalu berupa kata-kata?

Bila mudik adalah pulang sebagai salah satu cara untuk mengisi ulang stok maaf itu, mengapa tidak?

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com