Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Etik Pimpinan KPK Berulang Dinilai Akibat Dewas Tak Bergigi

Kompas.com - 15/04/2023, 16:55 WIB
Ardito Ramadhan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, berulangnya dugaan pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan KPK disebabkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang tidak pernah menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran etik.

"Kejadian hari ini yang pelanggaran etik terulang lagi oleh pimpinan KPK eranya Firli ini dikarenakan Dewan Pengawas selama ini tidak pernah memberikan sanksi tegas kepada komisioner yang melanggar etik," kata Samad kepada Kompas.com, Sabtu (15/4/2023).

Menurut Samad, sikap Dewas yang tidak bergigi dalam menjatuhkan sanksi berat itu terlihat pada proses pelanggaran etik terhadap eks Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Baca juga: Chat Wakil Ketua KPK dengan Kabiro Hukum ESDM Bocor Lagi, Bahas Izin Usaha Tambang

Samad mengatakan, Lili semestinya bisa dinyatakan melanggar etik dan diproses pidana karena diduga menerima gratifikasi berupa tiket menonton Moto GP di Mandalika.

Namun, saat itu Dewas hanya memproses secara etik lalu meminta Lili untuk mundur.

"Karena Dewas tidak pernah memberikan sanksi tegas keras kepada komisioner yang melanggar etik, maka pelanggaran etik itu berulang terjadi lagi di komisioner KPK, tidak ada detterent effect," ujar Samad.

Baca juga: Soal Aduan Brigjen Endar, Dewas Sudah Klarifikasi 5 Pimpinan KPK, Termasuk Firli Bahuri

Oleh sebab itu, menurut dia, tidak ada alasan bagi Dewas untuk tidak menjatuhkan hukuman berat bagi Firli yang dilaporkan ke Dewas karena diduga membocorkan dokumen penyelidikan terkait korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Selain karena membocorkan dokumen penyelidikan adalah pelanggaran berat dan termasuk pidana, Firli juga sudah pernah dinyatakan melanggar etik pada tahun 2020 lalu.

"Kali ini menurut saya hukumannya harus pencopotan, kalau Dewas tidak melakukan pencopotan terhadap pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPK kali ini, maka sebenernya Dewas sedang melakukan pembusukan juga," kata Samad.

Diberitakan sebelumnya, petugas KPK menemukan data penyelidikan yang dilakukan KPK di kantor Kabiro Hukum Kementerian ESDM, berinisial IS.

Baca juga: Brigjen Endar Duga Firli Bahuri Punya Konflik Kepentingan, Bocorkan Penyelidikan Korupsi di ESDM

IS mengaku mendapatkan dokumen itu dari Menteri ESDM Arifin Tasrif yang diduga berasal dari Ketua KPK Firli Bahuri.

Direktur Penyelidikan KPK yang dicopot Firi dan koleganya, Brigjen Endar Priantoro mengkonfirmasi dokumen tersebut terkait dengan dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP).


Endar telah melaporkan Firli ke Dewan Pengawas (Dewas) atas dugaan kebocoran informasi terkait proses penyelidikan korupsi di Kementerian ESDM itu.

Menurut dia, dokumen yang bocor bersifat rahasia dan tidak boleh dipublikasikan, apalagi dikirimkan ke pihak yang diselidiki KPK. Karena itu, Endar menduga Firli memiliki konflik kepentingan dalam kasus kebocoran dokumen ini.

“Jelas-jelas mempunyai konflik kepentingan,” ujar Endar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com