JAKARTA, KOMPAS.com - Merri Utami, terpidana mati kasus peredaran narkoba mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan oleh tim kuasa hukum Merri Utami dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat dalam konferensi pers, Kamis (13/4/2023).
Kuasa Hukum Merri, Aisyah Humaida Musthafa mengatakan, kabar grasi tersebut diterima langsung dari Merri pada 24 Maret 2023.
"Waktu itu dia menyampaikan grasi sudah turun lewat telepon," ujar Aisyah di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis.
Baca juga: Antara Hidup dan Mati, Kisah Merry Utami Terjerat Ancaman Eksekusi
Saat mendapat informasi tersebut, LBH Masyarakat tidak langsung percaya.
Mereka mencoba melakukan konfirmasi dengan bersurat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Namun, surat konfirmasi mereka tak kunjung dibalas. Akhirnya, Aisyah dan Tim LBH mendatangi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Semarang tempat Merri ditahan.
"Kamis minggu lalu (6 April 2023) ke Lapas ntuk lihat salinan (grasi secara) langsung, dan ternyata hukumannya (untuk Merri) sudah diubah (dari mati menjadi seumur hidup)," ujar Aisyah.
Ia mengatakan, surat grasi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G Tahun 2023 tersebut tentu merupakan kabar gembira bagi Merri dan keluarganya.
Setelah mendekap di penjara lebih dari 20 tahun untuk menunggu eksekusi mati, akhirnya ada kepastian dia batal dieksekusi dengan grasi tersebut.
Baca juga: Anak Merri Utami Sebut Kondisi Jiwa Ibunya Tertekan di Sel Isolasi
Aisyah mengatakan, grasi dengan nomor surat 02/PID.2016/PN.TNG yang diajukan Merri sebenarnya sudah dikirim sejak 26 Juli 2016.
Namun, grasi ini baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuannya. Mereka tidak mengetahui alasan mengapa pengabulan grasi tersebut memakan waktu yang lama.
Merri merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kologram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001.
Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.
Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang.