Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud-Sri Mulyani Kini Kompak soal Transaksi Rp 349 Triliun, Satgas Akan Dibentuk

Kompas.com - 11/04/2023, 06:13 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Komite Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) akan menelusuri dugaan pencucian uang senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.

Terbaru, pada Senin (10/4/2023), Komite Nasional TPPU yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah menggelar rapat untuk kelima kalinya setelah komite tersebut mengadakan rapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada 29 Maret 2023.

Rapat tertutup yang digelar di Kantor Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta Pusat, itu juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekenomian Airlangga Hartanto (Wakil Komite Nasional TPPU), Menteri Keuangan Sri Mulyani (Anggota Komite Nasional TPPU), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (Anggota Komite Nasional TPPU), Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Agus Andrianto (Anggota Komite Nasional TPPU), dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (Sekretaris Komite Nasional TPPU).

Baca juga: Soal TPPU Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, Mahfud Nyatakan Tetap Lanjutkan Proses Hukum

Setelah rapat, Komite Nasional TPPU menyampaikan konferensi pers terkait tindak lanjut dugaan TPPU di lingkungan Kemenkeu tersebut.

Tegaskan tidak ada perbedaan data

Dalam konferensi pers, Senin kemarin, Mahfud menyatakan bahwa tidak ada perbedaan data antara Kemenko Polhukam dan Kementerian Keuangan.

“Tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh Menko Polhukam sebagai Ketua Komite (TPPU) di Komisi III DPR tanggal 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani) di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023,” ujar Mahfud kepada awak media.

Data yang disampaikan Mahfud dan Sri Mulyani berasal dari sumber yang sama, yakni Data Agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK 2009-2023.

Baca juga: Soal Transaksi Janggal Rp 349 T, Mahfud Sebut Tak Ada Perbedaan antara Kemenko Polhukam dan Menkeu

“Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian datanya yang berbeda,” kata Mahfud.

Keseluruhan LHA mencapai 300 surat dengan total nilai transaksi agregat senilai Rp 349 triliun.

Sebab, sebelumnya, Mahfud menyampaikan data yang berbeda dengan Sri Mulyani saat gelaran rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR, 29 Maret 2023.

Dalam rapat tersebut, Mahfud menyebutkan transaksi mencurigakan yang berkaitan langsung dengan pegawai Kemenkeu nilainya mencapai Rp 35 triliun. Nilai ini menjadi berbeda dengan yang disampaikan Sri Mulyani, yakni sebesar Rp 3,8 triliun.

Satgas akan dibentuk

Pemerintah juga akan membentuk satuan tugas (satgas) menindaklanjuti temuan janggal senilai Rp 349 triliun itu.

Mahfud mengatakan, satgas itu terdiri dari PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Bareskrim Polri, Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kemenko Polhukam.

Satgas nantinya akan menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan mekanisme case building atau membangun konstruksi kasus dari awal.

"Komite akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindakanjuti keseluruhan LHA-LHP dengan nilai agregat sebesar lebih dari Rp 349 triliun dengan case building, membangun kasus dari awal," kata Mahfud.

Baca juga: Draf RUU Perampasan Aset Belum Jelas, Keluhan Mahfud MD Dianggap Gimik

Case building itu terlebih dulu akan menindaklanjuti soal dugaan TPPU emas batangan ilegal di Bea Cukai senilai Rp 189 triliun.

"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP dengan bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat, yakni LHP dengan nilai agregat lebih dari Rp 189 triliun," ucap Mahfud.

Mahfud mengatakan bahwa dugaan TPPU emas batangan senilai Rp 189 triliun itu sebagian sudah diproses hukum, bahkan sudah vonis hingga peninjauan kembali (PK).

Namun, Komite Nasional TPPU sepakat terus tetap menindaklanjuti melalui mekanisme case building.

“Sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA (tindak pidana asal) dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga peninjauan kembali (PK). Namun, Komite (TPPU) memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut,” kata Mahfud.

“Termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum atau case building oleh Kementerian Keuangan,” ucap Mahfud lagi.

Rapat dengan DPR lagi

Pada hari ini, Selasa (11/4/2023), rencananya Komite Nasional TPPU akan mengadakan rapat lanjutan dengan Komisi III DPR terkait dugaan transaksi janggal tersebut.

“Ya, kami akan hadir besok,” ujar Mahfud sembari meninggalkan tempat konferensi pers, Senin kemarin.

Saat ditanya wartawan apakah Sri Mulyani juga akan hadir besok, Mahfud menjawab “iya”.

Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan Yustiavandana diundang oleh Komisi III DPR RI untuk menjelaskan soal transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu.

“Besok, insyaAllah, siang,” ujar anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin kemarin.

Arsul mengonfirmasi bahwa Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan bakal menghadiri rapat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com