JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari posisi Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai memperlihatkan indikasi pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan lembaga antikorupsi itu.
"Ada indikasi pelanggaran kode etik yang sangat jelas dilakukan oleh para pimpinan KPK," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman, seperti dikutip dari program Kompas Petang di Kompas TV, Selasa (4/4/2023).
Sebelum dikembalikan ke Polri, Endar disebut-sebut menolak permintaan Ketua KPK Firli Bahuri untuk segera menaikkan penyelidikan dugaan korupsi Formula E menjadi penyidikan karena tidak cukup bukti.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah dimintai keterangan oleh KPK terkait hal itu. Sampai saat ini pun dugaan rasuah dalam perhelatan Formula E masih belum diketahui secara rinci.
Baca juga: Endar Priantoro Diberhentikan KPK, Novel Baswedan: Publik Kini Paham Firli Bahuri Arogan
Padahal menurut Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan tidak mempunyai wewenang melakukan intervensi terhadap penanganan sebuah perkara.
"Pimpinan KPK tidak berwenang mencampuri secara substansi. Kenapa? Yang pertama, itu adalah kewenangan penuh penyelidik atau nantinya penyidik. Yang kedua, pimpinan KPK sekarang dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, bukan lagi berstatus penyidik dan penuntut umum sehingga tidak bisa menentukan perkara,” papar Zaenur.
Endar pun sudah melaporkan pemberhentiannya kepada Dewan Pengawas KPK.
Menurut Zaenur, kini tugas Dewas untuk mendalami apakah terdapat kaitan antara pemberhentian Endar dari KPK dan dikembalikan ke Polri dengan penanganan dugaan korupsi Formula E.
Baca juga: KPK Bantah Pencopotan Brigjen Endar Terkait Formula E
Zaenur menilai dugaan korupsi sangat sensitif karena menyeret Anies yang digadang-gadang menjadi salah satu bakal calon presiden 2024 sehingga seharusnya KPK tidak terpengaruh dengan persoalan politik.
"Ini perkara yang sangat sensitif karena terkait dengan politik. KPK adalah institusi penegak hukum sehingga tidak boleh terpengaruh faktor-faktor luar hukum, terutama faktor politik,” ucap Zaenur.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pihak yang menolak desakan Firli itu bukan hanya Endar, tetapi juga sejumlah pejabat lain di KPK yaitu eks Deputi Penindakan KPK Karyoto, eks Direktur Penuntutan KPK Fitroh Rohcahyanto, dan eks Direktur Penyidikan Brigjen Asep Guntur Rahayu.
Saat ini Karyoto dikembalikan ke Polri dan mendapat kenaikan pangkat yakni Irjen karena dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya. Dia menggantikan Irjen Fadil Imran yang dimutasi menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri.
Fitroh yang merupakan seorang jaksa justru mengundurkan diri dari KPK dan kembali ke kejaksaan setelah disebut-sebut turut menolak desakan Firli untuk melakukan penyidikan dugaan korupsi Formula E.
Baca juga: KPK Serahkan Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Firli oleh Brigjen Endar ke Dewas
Sedangkan Asep yang berpangkat Brigjen kini menduduki posisi Plt Deputi Penindakan yang ditinggalkan Karyoto.
Firli diduga hendak memaksakan supaya dugaan korupsi Formula E naik ke penyidikan setelah 9 kali melakukan gelar perkara. Bahkan menurut informasi, Firli sempat mendesak supaya penyidikan berjalan tanpa menunggu penetapan tersangka.