Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tahan Rafael Alun Trisambodo karena Khawatir Melarikan Diri dengan Kekuatan dan Fasilitasnya

Kompas.com - 03/04/2023, 18:31 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan, pihaknya khawatir eks pejabat Direktorat Jenderal pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo melarikan diri.

Hal ini menjadi salah satu alasan subjektif penyidik segera menahan Rafael Alun Trisambodo setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi senilai 90.000 dollar AS.

Dalam pernyataan FIrli, KPK mempertimbangkan kekuatan hingga fasilitas yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo sebelum memutuskan soal penahanan.

“Tentulah kita khawatir bisa saja tersangka Rafael dengan begitu kekuatannya dengan fasilitas yang dia punya, bisa saja kita punya kekhawatiran dia melarikan diri,” kata Firli dalam konferensi pers di KPK, Senin (3/4/2023).

Baca juga: KPK Tahan Rafael Alun Trisambodo Selama 20 Hari Pertama

Firli mengatakan, penahanan seorang tersangka diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1991.

Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam menahan tersangka, penyidik atau hakim khawatir tersangka menghilangkan barang bukti, melarikan diri, maupun menghalangi penyidikan. Hal itu menjadi syarat subjektif bagi penyidik.

Sementara itu, syarat objektif dalam menahan tersangka adalah jika perbuatannya diancam hukuman lebih dari 5 tahun penjara.

“Saya pastikan proses di KPK tidak boleh ada cacat hukum,” ujar Firli.

Baca juga: Rafael Diduga Aktif Arahkan Wajib Pajak Bermasalah Pakai Jasa Perusahaan Konsultannya

Firli lantas menegaskan bahwa KPK menjunjung tinggi asas pelaksanaan tugas pokok KPK. Salah satunya adalah adanya kepastian hukum.

Kemudian, menegakkan keadilan dengan proporsional, transparan, demi kepentingan umum, dan menjunjung tinggi asas kemanusiaan.

“Yang utama adalah memastikan adanya kepastian hukum,” kata Firli.

Sebelumnya, KPK menduga Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi sebesar 90.000 dollar AS melalui perusahaan konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana.

Gratifikasi diterima dalam kapasitas Rafael sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada DJP, Kementerian Keuangan.

Dalam posisinya, Rafael Alun Trisambodo berwenang meneliti dan memeriksa temuan perpajakan wajib pajak yang diduga melenceng dari ketentuan.

Baca juga: KPK Duga Rafael Terima Gratifikasi 90.000 Dollar AS Lewat Perusahaan Konsultan Pajak Miliknya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com