JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) M Idris Froyoto Sihite mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, KPK sedianya memeriksa Idris sebagai saksi dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada hari ini.
“Hari ini memang terjadwal dimintai keterangan. Tapi sampai sore hari ini yang bersangkutan tidak bisa hadir,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung Merah Putih, Kamis (30/3/2023).
Baca juga: KPK Panggil Plh Dirjen Minerba M. Idris Sihite Jadi Saksi Dugaan Korupsi Tukin Pegawai ESDM
Asep mengatakan, pihaknya akan memanggil ulang Idris agar hadir di meja penyidik. Pihaknya menduga pejabat ESDM itu tak bisa hadir karena sedang ada kegiatan lain.
“Tentunya nanti kami akan lakukan pemanggilan ulang agar yang bersangkutan juga bisa hadir,” ujar Asep.
Adapun KPK sebelumnya menggeledah ruang kerja Idris dan menemukan kunci apartemen.
Penyidik kemudian meminta Idris mendampingi penggeledahan di apartemen yang terletak di Pakubuwono, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Penggeledahan KPK di Ditjen Minerba Kementerian ESDM Terkait Kasus Baru
Dari operasi itu, KPK mengamankan uang Rp 1,3 miliar.
Asep mengungkapkan, dalam kasus ini pihaknya telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dugaan korupsi Tukin pegawai di Kementerian ESDM.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, nama para pelaku baru akan diumumkan berikut detail perbuatan dan pasal yang disangkakan saat penyidikan dirasa cukup.
Ali hanya menyebut, para pelaku diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri.
Baca juga: KPK Ungkap Modus Korupsi Tukin di ESDM: Seolah-olah Typo, Rp 5 Juta Jadi Rp 50 Juta
“Kami pastikan sudah ada beberapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ali.
Dalam perkara ini, para pelaku diduga menikmati uang puluhan miliar rupiah. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, ‘operasional’, dan diduga untuk menyuap oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun demikian, KPK masih akan terus mendalami informasi tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.