Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal Wilmar Yehezkiel
Pemerhati Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Mahkamah Konstitusi Kontemporer: Defisit Integritas dan Peluang Perbaikan

Kompas.com - 30/03/2023, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERJALANAN kasus perubahan Putusan MK 103/PUU-XX/2022 perihal pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto menemui titik terang secara etik.

Berdasarkan pemeriksaan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, yakni bagian penerapan prinsip Integritas Hakim Konstitusi.

Putusan tersebut terkait perubahan frasa “Dengan demikian” menjadi “Ke depan” pada bagian pertimbangan hukum Putusan MK 103/PUU-XX/2022, di mana mengakibatkan hilangnya koherensi pertimbangan hukum Putusan a quo.

Atas pelanggaran etik tersebut, Guntur Hamzah dikenakan sanksi teguran tertulis.

Sanksi administratif yang tergolong ringan tersebut, pada dasarnya tidak sebanding dengan motif penggantian frasa putusan dan dampak besar bagi kelembagaan Mahkamah Konstitusi kedepan yang seharusnya dipertimbangkan MKMK.

Pertama, terkait motif, perubahan putusan sepihak oleh Guntur Hamzah sebenarnya sarat conflict of interest dengan jabatan Guntur Hamzah sendiri.

Jika frasa “dengan demikian” tidak diubah menjadi “ke depan”, maka pengangkatan dirinya sebagai Hakim Konstitusi akan menjadi tidak sah. Terlebih besarnya benturan kepentingan pribadi dalam putusan ini, yakni Guntur Hamzah pada saat mengubah putusan dirinya tidak menjadi bagian dari majelis hakim yang memutus Putusan a quo.

Sehinggga perubahan atas putusan itu semata untuk menguntungkan diri pribadi Guntur Hamzah dan bukan untuk mencerminkan prinsip konstitusionalisme dan martabat peradilan dalam pengangkatan hakim konstitusi.

Kedua, skandal dalam tubuh Mahkamah Konstitusi ini, akan berdampak pada kepercayaan publik (public trust) dan marwah Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung konstitusi (the guardian of constitution).

Rusaknya kewibawaan lembaga ini mencoreng sejarah pembentukan MK, yakni atas merosotnya kepercayaan publik terhadap Mahkamah Agung di era orde baru yang sebelumnya memiliki kewenangan Judicial Review, karena maraknya praktik KKN serta masalah integritas hakim di dalam MA pada saat itu.

Kemudian dibentuk MK melalui perubahan UUD 1945, sebagai wujud reformasi hukum dan peradilan.

Mahkamah Konstitusi sebagai pintu terakhir untuk berlindung dan mencari keadilan konstitusional atas kebijakan inkonstitusional penguasa, menjadi patut untuk dipertimbangkan lagi.

Kendali politik kartel

Skandal Guntur Hamzah di atas tidak dapat dipisahkan dengan proses pengangkatannya sebagai Hakim Konstitusi menggantikan Aswanto yang sangat politis oleh DPR.

Pergantian hakim konstitusi yang didasarkan karena sikap Aswanto yang sering membatalkan produk hukum DPR termasuk UU Cipta Kerja, sejatinya keluar dari koridor konstitusi dan UU MK terkait mekanisme pemberhentian Hakim MK.

Realitas ini, menunjukan sikap DPR yang lebih mengedepankan kekuasaan politik pragmatis serta menabrak prinsip negara hukum yang menghendaki kekuasaan yang berdasarkan konstitusi (constitutional government) bukan tunduk pada kekuasaan politik semata (rule by man).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com