Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fayasy  Failaq
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UGM

Pemerhati Konstitusi

Rasionalitas Pengecualian "Presidential Threshold" bagi Partai Baru

Kompas.com - 30/03/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Padahal, partai baru dapat menjadi harapan serta alternatif perubahan ketika terdapat ketidakpercayaan atas partai-partai lama.

Trabas kartelisasi parpol

Indikator Politik Indonesia (2022) yang melakukan survei kepercayaan terhadap 12 institusi secara nasional berkesimpulan bahwa partai politik (diisi oleh parpol lama) mendapat kepercayaan yang paling rendah (hanya 54 persen) daripada institusi lainnya.

Tentu saja distrust ini berbahaya. Sebagai institusi yang disebut sebanyak enam kali dalam batang tubuh UUD sudah sepatutnya berbenah, atau jika tidak, perlu ada pihak (gerakan politik) baru untuk membenahi.

Katakanlah, sebagus apapun calon presiden yang diusung oleh partai-partai lama, dapat memiliki distrust serupa oleh masyarakat yang justru kedepannya menghambat roda pemerintahan.

Kebijakan yang dikeluarkan sulit efektif, sebab kalau hendak diefektifkan, mindset masyarakat sudah tidak percaya lebih dulu.

Gerakan politik baru yang dapat mencalonkan presiden dengan mudah sepatutnya dapat menjadi solusi atas itu.

Kita bisa berefleksi akan kepercayaan bagi gerakan politik baru pada dua konteks. Pertama, di dalam negeri bagaimana kekuatan politik baru yang lahir sebagai kekuatan pascareformasi justru menghadirkan demokratisasi dari rezim politik lama orde baru.

Kedua, masyhur bagaimana gerakan politik baru dari rakyat yang menentang kekuasaan feodal di Perancis pada abad ke-18 melahirkan kontrak sosial sebagai konsep dasar kedaulatan rakyat.

Gerakan baru politik bisa dimulai sesederhana memberikan kebijakan afirmasi untuk dapat mencalonkan presiden khusus bagi parpol baru peserta pemilu.

Kebijakan tersebut adalah diskriminasi positif yang diberikan hanya diawal dalam konsep penyetaraan, bukan pengistimewaan.

Sebab, kita tidak pernah tahu dengan pasti seberapa besar dampak mudharat dari terjegalnya secara sistematik lahirnya kekuatan politik baru melalui pencalonan capres.

Kembali pada topik diskriminasi. Partai-partai penguasa parlemen saat ini patut dicurigai terkesan “seakan” berkongsi membiarkan kenyataan tercegahnya lahirnya kekuatan politik baru, sehingga “seakan” diskriminasi tersebut disengaja oleh parlemen.

Itulah mengapa Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator perlu lebih arif memutus sebab menjadi harapan terbaik untuk menerabas hal tersebut.

Kuskridho Ambardi (2008) dalam disertasinya “The Making of Indonesian Multi Party System” di Ohio University berkaitan dengan kartelisasi parpol di Indonesia, menyatakan arah partai politik di Indonesia secara perlahan dan berkelanjutan telah membentuk sebuah kerja sama yang menyampingkan perbedaan ideologi dengan tujuan mencapai kepentingan yang sama, yaitu menguasai sumber-sumber kekayaan negara.

Dampak daripada itu, menurut penulis, terbentuknya kartel. Parpol lama untuk kepentingannya seakan berkongsi mencegah lahirnya kekuatan politik baru agar dapat berkontestasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com