JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah insiden mewarnai Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 yang diselenggarakan Selasa (21/3/2023) kemarin.
Rapat digelar dengan agenda pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) sebagai undang-undang.
Dalam rapat tersebut, dua fraksi yakni Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan penolakan. Interupsi bahkan aksi walkout sempat terjadi dalam rapat.
Kendati demikian, pada akhirnya Perppu Cipta Kerja tetap disahkan DPR sebagai undang-undang. Pemerintah juga menyambut baik langkah legislastor ini.
Baca juga: DPR Sahkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU, Demokrat Interupsi, PKS Walkout
Rapat paripurna pengesahan Perppu Cipta dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi pimpinan DPR lain yakni Sufmi Dasco Ahmad, Lodewijk F Paulus, dan Rachmat Gobel. Sembilan fraksi DPR hadir mengikuti rapat tersebut.
Ketika Puan hendak mengesahkan Perppu Cipta Kerja, Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi, diwakili oleh anggota Komisi III Hinca Panjaitan.
“Interupsi, Pimpinan, izinkan kami dari Fraksi Partai Demokrat menggunakan hak konstitusioal kami sesuai dengan Pasal 164 untuk menyampaikan secara lisan pandangan kami dalam kesempatan ini, Pimpinan," kata Hinca meminta izin ke Puan dari kursinya.
Hinca meminta dirinya diizinkan bicara di podium di atas panggung. Permintaan itu dikabulkan oleh Puan, dengan catatan waktu bicara hanya hanya 5 menit.
"Silakan 5 menit," kata Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Baca juga: Demokrat Interupsi Puan, Tolak Perppu Cipta Kerja Disahkan Jadi UU
Hinca pun naik ke atas podium. Mewakili fraksi partainya, dia menyatakan penolakan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Alasannya beragam. Perppu Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya memerintahkan pembuat undang-undang melibatkan masyarakat dalam memperbaiki UU Cipta Kerja.
Perppu Cipta Kerja disusun dengan minimnya pelibatan aspirasi publik. Elemen masyarakat sipil juga kesulitan mengakses materi perppu ini selama proses penyusunan.
Substansi Perppu Cipta Kerja pun dinilai tak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
“Artinya keluarnya Perppu Cipta kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif sehingga esensi demokrasi diacuhkan,” ucap Hinca.
Baca juga: Alasan PKS Walkout di Paripurna Pengesahan Perppu Cipta Kerja
Tak hanya cacat secara formil, Hinca mengatakan, tak ada kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Padahal, salah satu syarat perppu diterbitkan adalah adanya kondisi kegentingan memaksa.