Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Detik-detik dan Alasan Guntur Hamzah Ubah Putusan MK Terkait Aswanto

Kompas.com - 21/03/2023, 14:38 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Guntur Hamzah disanksi teguran tertulis setelah terbukti melanggar etik dan asas integritas berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Senin (20/3/2023).

Selama pemeriksaan digelar MKMK, Guntur dipanggil tiga kali memberikan keterangan. Ia juga menyertakan keterangan tertulis serta keterangan sejumlah ahli kepada dewan etik tersebut.

Dalam keterangan yang diberikannya, Guntur langsung mengakui tindakannya dan mengungkap sejumlah alasan ia mengusulkan perubahan substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022, saat putusan itu sedang dibacakan pada 23 November 2022.

Baca juga: Perkara Sulap Putusan MK yang Berujung Sanksi bagi Hakim Guntur Hamzah

Padahal, hari itu merupakan hari pertamanya bertugas sebagai hakim konstitusi, bahkan berselang hanya enam jam setelah ia dilantik menggantikan Aswanto yang dicopot secara inkonstitusional oleh DPR RI.

Perkara nomor 103/PUU-XX/2022 itu secara tidak langsung berkaitan dengan pencopotan semacam itu, karena menguji soal pasal terkait pemberhentian hakim konstitusi.

Dalam putusan asli, MK menegaskan bahwa "dengan demikian" hakim konstitusi hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan tertentu. Sementara itu, putusan yang diubah Guntur mengubahnya jadi "ke depan", hakim konstitusi hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan tertentu.

Baca juga: Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Terbukti Langgar Etik Ubah Putusan

Mengaku terinspirasi dari rapat hakim

Sepulang dari pelantikan, Guntur menghadiri Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK. Ia diperkenalkan sebagai hakim konstitusi baru.

Ia juga diberikan lima draf putusan MK yang akan dibacakan pada hari itu. Putusan MK itu sudah disusun beberapa hari sebelum ia bertugas sebagai hakim. Namun, karena saat itu ia sudah dilantik, secara hukum ia dianggap berhak untuk terlibat.

Dalam RPH tersebut, para hakim konstitusi dikabarkan membicarakan ketidaksetujuan mereka atas pencopotan Aswanto secara sewenang-wenang.


Bukan karena Aswanto itu sendiri, melainkan preseden semacam itu dianggap mencoreng marwah dan membiarkan intervensi atas MK yang punya kedudukan setara dengan DPR RI.

Sejumlah hakim konstitusi menegaskan bahwa "ke depan" hal ini tidak boleh terjadi lagi, sebab pencopotan Aswanto itu sendiri sudah melanggar Undang-undang MK. Frasa "ke depan" itu diucapkan langsung hakim Suhartoyo, dibuktikan dari rekaman RPH.

"Dirinya menangkap gambaran pada waktu RPH tanggal 23 November 2022 agar kejadian penggantian hakim tidak terluang lagi, maka menurut professional adjustment-nya, bagusnya frasa 'dengan demikian' diubah menjadi 'ke depan'," tulis MKMK dalam Putusan Nomor 1/MKMK/T/02/2023 yang dibacakan kemarin oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna.

Baca juga: Terbukti Ubah Putusan, Guntur Hamzah Dinilai Tak Layak Jadi Hakim MK

Oleh karena itu, saat sidang pembacaan putusan berlangsung, ia memanggil panitera untuk diberi tahu frasa yang ia ubah melalui coretan tinta.

Rekaman CCTV membuktikan, tindakan itu dilakukan Guntur pukul 15.24. Sementara itu, frasa "dengan demikian" dibacakan oleh hakim konstitusi Saldi Isra pukul 15.50. Putusan selesai dibacakan pukul 16.03.

Rekaman ini ditunjukkan sendiri oleh Guntur. MKMK menilai kejujuran ini sebagai hal yang meringankannya dalam putusan.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian menjelaskan berdasarkan Pasal 47 UU MK, putusan memiliki kekuatan hukum mengikat sejak selesai dibacakan. Dalam hal ini, usulan koreksian disampaikan jauh sebelum putusan selesai dibacakan dan masih dalam tempus dan locus sebelum putusan dibacakan," urai MKMK terkait keterangan yang diberikan Guntur.

Baca juga: Jokowi Digugat ke PTUN soal Guntur Hamzah Jadi Hakim Konstitusi

"Menurut Pemberi Keterangan/Kesaksian, jika perubahan itu terjadi setelah putusan selesai dibacakan maka akan berbeda. Putusan menjadi milik publik setelah selesai dibacakan dalam sidang pleno terbuka. Putusan MK berlaku prospektif, sehingga adanya perbedaan frasa 'dengan demikian' ataupun 'ke depan' tetap akan berlaku ke depan dan tidak berpengaruh terhadap hakim konstitusi yang sudah dilantik," tulis MKMK.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian menegaskan kepentingannya mengubah hanya untuk menegaskan inspirasi dari RPH agar tidak ada lagi pergantian hakim."

MKMK tidak bisa menerima alasan ini.

"Konteks ucapan itu ("ke depan" dari Suhartoyo) adalah menegaskan bahwa pemberhentian hakim konstitusi seperti yang dilakukan terhadap hakim Aswanto tidak sesuai dengan pasal 23 UU MK yang secara nyata-nyata masih berlaku sehingga tidak sah, dan karenanya 'ke depan' ke-8 hakim konstitusi lainnya harus diproteksi dari cara-cara pemberhentian demikian," kata Palguna membaca putusan.

 

Fatal

MKMK menegaskan bahwa usulan perubahan frasa ini berdampak fatal, sebab frasa "ke depan" membuat putusan itu menjadi tidak koheren dengan pertimbangan hukum yang disusun panjang-lebar.

MKMK juga menganggap Guntur tidak meminta persetujuan para hakim konstitusi lain soal usulan perubahan ini, minus Arief Hidayat.

Namun, dalam keterangannya, Guntur bersikeras bahwa ia meminta persetujuan seluruh hakim konstitusi. Sementara itu, keterangan panitera, Muhidin, menyebut Guntur hanya menyuruhnya meminta persetujuan Arief.

Ini janggal karena Arief tak ikut memutus perkara ini pada 17 November 2023, meskipun yang bersangkutan berstatus sebagai ketua panel hakim pada perkara ini.

Baca juga: Pencopotan Aswanto Diperkarakan Ulang, Minta MK Tak Libatkan Guntur Hamzah dan Arief Hidayat

Rekaman CCTV menunjukkan, pergerakan Muhidin memang hanya menuju Arief Hidayat. Di sisi lain, tak satupun hakim konstitusi, selain Arief, yang menyinggung soal usulan perubahan frasa ini.

Hal ini dianggap cukup kuat bagi MKMK untuk tiba pada kesimpulan bahwa Guntur memang hanya meminta panitera mencari persetujuan Arief.

Uniknya, MKMK tak menimpakan seluruh kesalahan pada Guntur karena praktik mengusulkan perubahan putusan sebelum putusan selesai dibacakan memang dimungkinkan.

Baca juga: Pimpinan Komisi III DPR: Kalau Pelantikan Guntur Hamzah Langgar Konstitusi, Jokowi Tak Mau Lantik

Tidak ada prosedur baku untuk hal ini dan bagaimana pun, Guntur dianggap telah resmi menjadi hakim konstitusi yang memiliki hak untuk itu.

Namun, MKMK menilai bahwa Guntur seharusnya bertanya soal prosedur itu sebagai hakim yang baru bertugas, dan seharusnya tak melakukan itu karena toh ia tidak tahu serta tak ikut memutus perkara.

Hal ini menjadi salah satu hal memberatkan Guntur, di samping bahwa tindakannya ini dilakukan pada putusan perkara yang secara tidak langsung berkenaan dengan keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian membayangkan jika ada SOP-nya untuk mendapatkan persetujuan dari hakim drafter atau hakim lainnya, maka panitera akan melakukan hal tersebut," bunyi putusan MKMK.

"Pemberi Keterangan/Kesaksian melakukan usulan koreksi tersebut masih jauh sebelum frasa yang diubah dibacakan oleh Hakim Saldi Isra. Koreksian tersebut dilakukan dalam tempus dan locus masih sebagai hakim menjalankan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi hak untuk bisa menyampaikan pikiran-pikiran yang merdeka".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com