JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota bahwa tidak akan ada pihak yang menolong koruptor ditahan.
Pernyataan ini Firli sampaikan di hadapan gubernur dan anggota DPRD dari berbagai daerah di hotel, kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023).
Firli meminta para anggota DPRD tidak menjadikan biaya politik mahal sebagai alasan korupsi.
“Karena kalau itu terjadi Pak, begitu anda melakukan korupsi, begitu ketangkap enggak ada juga yang nolongin,” kata Firli dalam acara Rapat Koordinasi Peluncuran Indikator Monitoring Center For Prevention (MCP) Tahun 2023.
“Jangankan nolongin, Pak, besuk saja enggak,” tambahnya.
Baca juga: Respons PPATK, KPK Sebut Koruptor Makin Canggih Sembunykan Uang
Firli mencontohkan, ketika pimpinan KPK mengumumkan penahanan tersangka yang ternyata masih memiliki hubungan pertemanan, pelaku tersebut sama sekali tidak menegur.
“Ayo silakan Pak, saya beberapa kali pimpinan KPK juga ekspose rilis tentang penahanan tersangka Pak, kalaupun itu tadi temannya pimpinan KPK, saat konferensi pers ditegur saja enggak,” lanjut Firli.
Firli menyebut, saat ini pihaknya tidak lagi mendengar praktik korupsi uang ‘ketok palu’ ketika berkunjung ke daerah.
Uang ketok palu merupakan uang suap yang biasanya diberikan untuk pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun APBD Perubahan.
Baca juga: Mahfud: Sekarang Noleh ke Mana Saja Ada Korupsi, Mengapa Dulu Kita Reformasi?
Menurut Firli, saat ini ia lebih sering mendengar korupsi terjadi pada penitipan Pokok Pokok Pikiran Angggota DPRD (Pokir).
Pokir merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan untuk diperjuangkan dalam pembahasan Rancangan APBD.
“Saya setiap ke daerah pasti titipannya Pokir, uang ketok palu sudah enggak dengar lagi sekarang ya,” kata Firli.
Firli mengingatkan agar anggota DPRD tidak bermain-main melakukan korupsi terkait Pokir, apalagi dana hibah.
Ia mencontohkan, dalam kasus Pokir, dana Rp 10 miliar yang dikucurkan akan dikembalikan 30 persen atau Rp 3 miliar kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi,
“Jadi tolong ini tidak ada lagi yang bermain-main di Pokir-pokir itu apalagi dengan dana dana hibah,” tuturnya.
Baca juga: Mensos Risma Klaim Tak Tahu-menahu Kasus Bansos Beras yang Sedang Diusut KPK
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu KPK menangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jawa TImur, Sahat Tua P. Simandjuntak terkait dugaan korupsi alokasi dana hibah.
Sahat diduga menerima uang Rp 1 miliar dari Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Abdul Hamid. Ia diketahui menjabat Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Suap diberikan agar Sahat membantu dan memperlancar pengusulan permohonan bantuan dana hibah yang diajukan Pokmas.
Sebagai informasi, Pemprov Jatim memang menganggarkan dana hibah yang bersumber dari APBD. Anggaran tahun 2020 dan 2021 dana hibah tersebut mencapai Rp 7,8 triliun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.