Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses di MKMK Beres, Jokowi Diminta Izinkan Hakim MK Diperiksa Polisi

Kompas.com - 20/03/2023, 19:53 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, berharap para hakim konstitusi dapat diperiksa Polda Metro Jaya menyusul putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hari ini.

Dalam putusan MKMK, hakim konstitusi usulan DPR, Guntur Hamzah, dinyatakan melanggar etik karena mengubah substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

"Seharusnya presiden dengan putusan ini memberi jalan untuk pemeriksaan di polisi berlanjut. Karena kan pemeriksaan di polisi kemarin terhenti karena presiden tidak memberi izin untuk hakim konstitusi diperiksa," kata Zico selepas sidang pembacaan putusan MKMK, Senin (20/3/2023).

"Ini ada keputusan MKMK, putusannya menyatakan terbukti pelanggaran etik, apakah dari pelanggaran etik ini ada permaslahan pidana?" lanjut dia.

Sebelumnya, Zico telah melaporkan 9 hakim konstitusi ke Polda Metro Jaya atas kasus ini.

Baca juga: MK Jamin Tak Intervensi Majelis Kehormatan Usut Skandal Sulap Putusan

Namun, Istana mengeklaim bahwa pengusutan secara pidana belum bisa dilakukan karena pemeriksaan etik oleh MKMK masih berlangsung.

Hal itu terungkap dari surat balasan Istana kepada Zico, yang ditandatangani Menteri Sekretariat Negara Pratikno.

"Permohonan Saudara tidak dapat ditindaklanjuti karena saat ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap Hakim Konstitusi dan Panitera yang berkaitan dengan perkara dimaksud," demikian bunyi surat tertanggal 15 Maret 2023 yang ditandatangani Pratikno sebagaimana ditunjukkan oleh Zico.

Baca juga: MKMK: Tiada Persekongkolan pada Pelanggaran Etik Guntur Hamzah

Sebelumnya, dalam putusan hari ini, MKMK menjatuhi sanksi teguran tertulis kepada G

MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.

Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.

Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.

Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.

Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.

Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.

Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.

Baca juga: Alasan Jokowi Tak Izinkan Hakim MK Diperiksa Polisi

Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.

MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.

"Sesungguhnya telah diketahui oleh beberapa orang Hakim dan telah sejak awal diakui oleh Hakim terduga serta telah pula diberitahukan kepada panitera untuk dibicarakan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan.

"Namun RPH dimaksud tidak pernah dilaksanakan dengan alasan yang lebih bersifat teknis psikologis," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com