Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Kekecewaan atas Vonis Bebas dan Ringan Para Terdakwa Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 18/03/2023, 10:26 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Palu telah diketuk Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/3/2023).

Ketukan palu menandakan hakim telah memutuskan bahwa dua polisi yang menjadi terdakwa dinyatakan tidak bersalah atas kematian 135 manusia di stadion Kanjuruhan.

Dua terdakwa yang bebas itu adalah Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

"Tidak terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama, kedua dan ketiga," begitu sepenggal putusan yang diucapkan Hakim kepada kedua terdakwa itu.

Baca juga: Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas karena Gas Air Mata Tertiup Angin

Sedangkan terdakwa polisi yang divonis satu tahun enam bulan penjara ialah mantan Komandan Kompi 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan.

Dalam perkara yang sama, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis satu tahun enam bulan penjara, oleh Majelis Hakim. Sedangkan terdakwa petugas keamanan Suko Sutrisno dihukum bui selama satu tahun.

Putusan ini mengundang kecewa, melukai rasa keadilan, menyebabkan tangis air mata untuk kedua kalinya bagi para korban dan keluarga korban yang telah tiada.

"Ini tadi sudah beberapa yang telepon ke kami menanyakan perihal ini meminta kejelasannya. Mereka rata-rata sambil menangis kok sampai segini putusannya," kata Koordinator Tim Gabungan Aremania Dyan Berdinari kepada Kompas.com di hari putusan itu.

Baca juga: Amnesty Internasional Desak Pemerintah RI Turun Tangan Pastikan Akuntabilitas Proses Hukum Tragedi Kanjuruhan

Setelah palu diketuk, gelombang kekecewaan tak hanya dirasakan oleh para korban.

Kekecewaan itu hadir dari lembaga resmi negara seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga-lembaga pembela HAM lainnya.

Menyesalkan putusan

Beberapa jam setelah putusan diketuk, Komnas HAM menyatakan menyesalkan vonis yang dinilai melukai rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Keputusan itu dinilai tak berpihak pada korban, tak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan.

"Komnas HAM sangat menyesalkan vonis ringan dan vonis bebas terhadap beberapa pihak yang diduga sebagai pelaku dalam tragedi Kanjuruhan yang sudah menimbulkan 135 orang meninggal dunia," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.

Baca juga: Soroti Putusan Tragedi Kanjuruhan, Amnesty Internasional: Pihak Berwenang Gagal Berikan Keadilan pada Para Korban

Dia menilai Hakim tak memiliki sensitivitas, rasa keadilan bagi publik.

Komnas HAM juga membeberkan tiga fakta yang diperoleh dalam proses penyelidikan tragedi tersebut.

Fakta pertama, situasi lapangan sudah kondusif, namun aparat memilih menembakkan gas air mata.

Fakta kedua, aparat kepolisian menembakkan gas air mata secara beruntun.

Fakta ketiga, gas air mata sengaja diarahkan ke tribune penonton sehingga menyebabkan kepanikan yang menewaskan 135 orang.

Dasar fakta itu, para terdakwa dinilai meiliki kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata.

"Namun hal tersebut tidak dilakukan," kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing.

Desak agar Kapolri turun tangan

Gelombang kekecewaan itu juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil yang memantau persidangan.

Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Rezaldy yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit turun tangan.

Kapolri dinilai bisa memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen.

Baca juga: Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas, Anggota Komisi III Minta Jaksa Banding

"Juga mendesak Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata," kata Andi.

Di sisi lain, Komnas HAM juga diminta untuk menetapkan tragedi Kanjuruhan tersebut sebagai pelanggaran HAM berat.

Lembaga negara lainnya khususnya di bidang hukum seperti Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung juga diminta bergerak atas putusan ini.

Andi mendesak agar kedua lembaga yang memiliki wewenang mengawasi peradilan bisa memeriksa Majelis Hakim yang memberikan putusan.

Amnesty International minta Pemerintah berikan keadilan

Amnesty International Indonesia juga turut menumpahkan kekecewaan dalam putusan tragedi Kanjuruhan ini.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pihak berwenang dinilai gagal memberikan keadilan kepada para korban.

"Meskipun sempat berjanji untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat," ucap Usman.

"Kami mendesak pemerintah untuk memastikan akuntabilitas seluruh aparat keamanan yang terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan," lanjut dia.

Dia berharap proses hukum yang akuntabel tidak hanya diterapkan pada petugas lapangan, tetapi juga hingga ke tataran komando.

Ini diperlukan untuk memberikan keadilan pada korban dan memutus rantai impunitas para pejabat tinggi yang melanggar hukum.

"Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka dan independen," kata Usman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com