Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Pesimis Dana Gelap Pemilu 2024 Terdeteksi, Ungkap 3 Kelemahan

Kompas.com - 17/03/2023, 21:42 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum perbankan dan mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein pesimis dengan sistem untuk pencegahan dana ilegal mengalir buat kegiatan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).

Sebab menurut Yunus terdapat 3 hal yang membuat dia pesimis aliran dana ilegal bisa dicegah di ajang Pemilu dan Pilpres.

"Saya tidak terlalu optimis dengan sistem pencegahan dalam menyangkut dana pemilu. Sistemnya begitu, enggak menjamin," kata Yunus seperti dikutip dari program Satu Meja The Forum di Kompas TV, Jumat (17/3/2023).

Yunus mengatakan, kelemahan pertama adalah sistem deteksi itu tidak bisa mengenali dana kampanye yang tidak dilaporkan ke dalam rekening khusus partai politik.

Baca juga: Bawaslu Ingin Punya Kewenangan Investigasi Akses Masuk Dana Kampanye pada Pemilu 2024

Menurut Yunus, transaksi yang tercatat di dalam rekening itu hanya yang bersifat formal.

"Sumbangan in natura, sumbangan individu di luar yang dicatat, dilaporkan tidak terlaporkan, tidak tercatat sama sekali. Lebih banyak yang tidak dilaporkan daripada yang dilaporkan," ujar Yunus.

Kelemahan kedua, kata Yunus, terjadi saat proses audit laporan dana kampanye partai politik. Menurut dia akuntan publik kemungkinan besar tidak akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap laporan dana kampanye partai politik dan capres-cawapres.

"Kalau ada audit, audit akuntan publik itu tidak menyeluruh. Namanya agreed upon procedure. Hanya item tertentu saja yang dilihat oleh akuntan publik, dengan waktu yang sangat terbatas, sehingga apa yang mau ditemukan?" ucap Yunus.

Baca juga: Bawaslu Sebut Anggaran untuk Gaji Pengawas Pemilu Hanya Cukup sampai Oktober

Kelemahan ketiga, Yunus menyoroti soal tindak lanjut laporan oleh sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) Pemilu. Menurut dia, para penyidik yang terlibat dalam Gakkumdu kemungkinan besar akan mengabaikan laporan tentang dugaan aliran dana ilegal buat kampanye pemilu atau Pilpres karena keterbatasan sumber daya.

"Kalau ada laporan dari PPATK, yang namanya Gakkumdu atau Bawaslu sendiri itu enggak sempat dia menangani itu. Menangani pelanggar Pemilu saja sudah kewalahan, apalagi menangani cuci uang. Enggak sempat," ucap Yunus.

"Waktu sangat terbatas, fokus tidak di situ. Nanti mereka bilang, 'ini saja enggak tertangani, ngapain saya tangani cuci uang dan lain-lain.' Itu fakta. Selama ini enggak pernah terungkap seperti itu," sambung Yunus.

Sebelumnya diberitakan, Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono menyebut, terdapat sekitar Rp 1 triliun uang yang diduga hasil kejahatan lingkungan mengalir ke partai politik dan politikus dan ditengarai akan digunakan untuk pembiayaan Pemilu dan Pilpres 2024.

Baca juga: Bawaslu Minta Anggaran 2023 Cair Penuh agar Tak Ada Spekulasi Pemilu Ditunda

"Luar biasa terkait GFC (green financial crime) ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasusnya dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota partai politik," kata Danang dalam Rapat Koordinasi Tahunan PPATK di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Menurut Danang, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, bukan dilakukan aktor independen, melainkan secara bersama-sama.

"Ini bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka 2024, itu sudah terjadi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com