Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Bantah Himpun Dana Besar dan Persulit Dokter Buat SIP

Kompas.com - 17/03/2023, 17:57 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah ketika disebut organisasinya menghimpun dana besar dan mempersulit para dokter untuk membuat Surat Izin Praktek (SIP).

Bantahan ini disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) IDI Adib Khumaidi terhadap pernyataan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono.

Dante menyebut, pembuatan maupun perpanjangan SIP membutuhkan biaya Rp 6 juta untuk satu orang dokter spesialis.

"Kalau ini enggak saya jawab, nanti kesannya IDI sebagai lembaga masyarakat yang non-formal menghimpun uang lebih besar. Tadi saya sudah koordinasikan juga dengan Pak Wamen karena ada statement dari Pak Wamen juga. Ini saya ingin mengklarifikasinya saja," kata Adib dalam acara Public Hearing RUU Kesehatan di Kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Baca juga: Menkes Tegaskan RUU Kesehatan Bukan untuk Dokter atau Rumah Sakit, tapi untuk Masyarakat

Adib merinci, IDI mengenakan iuran kepada anggota hanya Rp 30.000 per bulan. Selama lima tahun, iuran yang dibayar oleh anggota mencapai Rp 1,8 juta.

Iuran ini kata Adib, adalah hal yang normal dalam sebuah organisasi.

"Iuran IDI artinya ini adalah sebuah hal yang normal di dalam lembaga masyarakat menghimpun adanya iuran," kata Adib.

Selain iuran Rp 30.000 per bulan, ada pula iuran perhimpunan dokter yang besarannya berbeda-beda di berbagai perhimpunan. Namun, rata-rata besaran iuran tersebut sekitar Rp 100.000 per bulan.

Selama lima tahun, iuran perhimpunan yang dibayar oleh dokter mencapai Rp 6 juta. Kemudian, ada pula pembuatan Kartu Tanda Anggota (KTA) elektronik IDI sekitar Rp 30.000.

"Ada yang (iuran) perhimpunan rendah, rata-rata Rp 100 ribu per bulan. Dikali 12 kali (setahun), (selama) 5 tahun, ini yang kemudian tadi muncul angka Rp 6 juta. Itu adalah iuran perhimpunan," tuturnya.

Baca juga: Soal Pakai Masker di Transportasi Umum atau Tidak, Menkes Serahkan ke Masyarakat

Kemudian, ada pula biaya untuk rekomendasi praktik yang disepakati Rp 100.000 per 5 tahun untuk satu SIP. Adapun untuk re-sertifikasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sebesar Rp 100.000.

Adib menyampaikan, biaya-biaya itu diperlukan untuk melakukan aktivitas dan upaya mendukung program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Ini perlu juga kita jelaskan munculnya IDI sebagai lembaga yang diberikan amanah oleh negara di UU Praktik Kedokteran yang mengawal, melakukan pembinaan, kendali mutu, dan kendali biaya," ucap Adib.

Sejauh ini kata Adib, IDI tidak pernah mendapat anggaran dari negara.

Sejatinya, pihaknya sudah sempat mengajukan dan melakukan konsultasi dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) pada tahun 2008 terkait hal tersebut. Sayangnya, permintaan ini tak bisa disetujui.

Lebih lanjut, anggaran yang dikelola oleh PB IDI pun telah melalui proses audit oleh pihak eksternal. Ia juga menyampaikan pengelolaan anggaran itu secara internal kepada para anggota.

"Kita tegaskan juga (anggaran) itu melalui proses audit, kami di PB IDI setiap tahun diaudit (pihak) eksternal, internal kita sampaikan kepada anggota. Muktamar juga setiap 3 tahun kita sampaikan. Ini mengklarifikasi supaya kita sampaikan tidak ada kesan IDI menghimpun dana begitu besar," jelas Adib.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com