Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/03/2023, 11:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) angkat bicara soal wacana penundaan Pemilu 2024.

Dia menyampaikan kritik keras terhadap isu yang bermula dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) itu.

Baca juga: AHY: Tata Kelola Pemerintahan Saat Ini Tak Berjalan Baik, Banyak Program yang Grusa-grusu

Dalam putusannya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Prima dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024.

Padahal, tahapan pemilu telah berjalan sejak pertengahan 2022 lalu. Hari pemungutan suara pun dijadwalkan digelar serentak pada 14 Februari tahun depan.

 

Usik akal sehat

Menurut AHY, putusan PN Jakpus itu mengusik akal sehat dan rasa keadilan. Apalagi, putusan tersebut terbit setelah rangkaian isu presiden tiga periode, perpanjangan masa jabatan presiden, dan wacana sistem pemilu proporsional tertutup.

"Mencermati keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU untuk menghentikan tahapan pemilu hingga 2025 mendatang, tentu mengusik akal sehat dan rasa keadilan kita," kata AHY dalam pidato politiknya di hadapan para kader Demokrat di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

“Apa yang sedang terjadi di negeri kita ini? Apakah ini sebuah kebetulan belaka?” ujarnya.

Baca juga: AHY: Persoalan Ekonomi Kita Rumit, Anggaran Terlalu Banyak untuk Proyek Mercusuar

Tak hanya dirinya, kata AHY, wacana penundaan Pemilu 2024 juga ditolak oleh masyarakat luas.

AHY bilang, meski belakangan banyak orang takut bicara jika dianggap berseberangan dengan penguasa, khusus untuk isu penundaan pemilu ini, publik berani menentang.

"Untuk hal-hal yang sangat prinsip dan menyangkut hajat hidup mereka, rakyat masih berani untuk bersuara lantang. Rakyat yang saya temui di seluruh pelosok negeri, menolak penundaan Pemilu 2024," ucap AHY.

Plt presiden

AHY mengatakan, jika Pemilu 2024 dipaksakan ditunda, tak akan ada yang memimpin Indonesia.

Sebab, sebagaimana amanat konstitusi, pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo akan berakhir pada 20 Oktober 2024 setelah 5 tahun bekerja.

Baca juga: AHY Singgung Utang Pemerintah 8 Tahun Terakhir Naik 3 Kali Lipat

“Apa iya ada Plt (pelaksana tugas) Presiden? Apa iya akan ada ratusan Plt anggota DPR RI
dan DPD RI, serta ribuan Plt anggota DPRD?” ujar AHY.

“Kalau di negara kita ada Plt Presiden, dan ribuan Plt wakil rakyat yang berkuasa, dan bekerja selama 2 hingga 3 tahun, betapa kacau dan kaosnya situasi nasional kita,” tutur putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

AHY mengaku khawatir dunia akan melihat Indonesia sebagai “banana republic” atau "republik pisang" jika semua pejabat negara menduduki kursi kekuasaan tanpa mandat rakyat. Sebab, mereka tidak dipilih lewat pemilu.

"Tidak memiliki legitimasi yang kuat, sehingga kekuasaan yang dimiliki menjadi tidak sah dan tidak halal," tuturnya.

Pemilu proporsional terbuka

Dalam pidato yang sama, AHY juga menyinggung soal uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal sistem pemilu proporsional terbuka/tertutup.

AHY bilang, awal Januari lalu dia bersama 7 pemimpin partai politik lain telah menyatakan sikap penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.

Baca juga: Demokrat Klaim Tak Ada Hambatan dalam Proses Deklarasi Koalisi Perubahan

Sebab, sistem proporsional terbuka yang belakangan diterapkan merupakan produk dari kemajuan demokrasi.

Sistem ini memungkinkan setiap warga negara yang punya hak dipilih bersaing secara sehat. Setiap warga negara dapat membangun hubungan kepercayaan dengan konstituennya.

Sementara, bagi warga negara yang memiliki hak untuk memilih, terbuka ruang untuk mengenal langsung siapa yang akan menjadi wakil rakyatnya.

“Tidak seperti membeli kucing dalam karung,” ujar AHY.

Menurut AHY, mungkin saja dilakukan perubahan sistem pemilu pada masa mendatang. Namun, harus dalam koridor aturan yang berlaku.

Kendati demikian, dia mengingatkan, tidak boleh mengubah aturan yang sangat fundamental, apalagi ketika tahapan pemilu sudah berjalan.

“Ibaratnya dalam sepak bola, apa boleh kita mengubah aturan offside di tengah-tengah pertandingan yang sedang berlangsung?” tuturnya.

Baca juga: Demokrat Tak Masalah bila Anies Pilih Khofifah Jadi Cawapres

Bermain api

Menutup pidatonya, AHY menegaskan bahwa pemilu adalah milik rakyat. Tak boleh ada yang mengganggu hak rakyat untuk memilih dan dipilih.

Sebagaimana yang pernah disampaikan SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, kata AHY, bangsa Indonesia saat ini tengah diuji dan menghadapi banyak godaan.

Oleh karenanya, dia mengajak semua pihak ramai-ramai menolak penundaan Pemilu 2024 dan tetap mengawal pesta demokrasi lima tahunan itu.

“Karena itu, jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Mari selamatkan konstitusi dan demokrasi. Mari dengarkan suara rakyat dengan segenap hati kita,” katanya.

AHY berharap, Pemilu 2024 berlangsung damai, jujur, adil, dan demokratis.

Duduk perkara

Gaduh isu penundaan Pemilu 2024 bermula dari PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU. Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Adapun gugatan terhadap KPU dilayangkan karena Prima sebelumnya merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Baca juga: Prima Singgung Rencana Kejutan jika Semua Upaya Hukum Mentok untuk Ikut Pemilu

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Namun, partai pendatang baru tersebut merasa telah memenuhi syarat keanggotaan dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Sebelum menggugat ke PN Jakpus, perkara serupa sempat dilaporkan Prima ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI

Namun, Bawaslu lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam tahapan verifikasi administrasi Prima.

Atas putusan PN Jakpus ini, KPU RI mengajukan banding. Hingga kini, KPU juga terus melanjutkan tahapan pemilihan sebagaimana jadwal yang telah ditentukan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Bappenas Sebut Presiden Tak Bisa Serta Merta Disalahkan bila Target Pembangunan Nasional Tak Tercapai

Bappenas Sebut Presiden Tak Bisa Serta Merta Disalahkan bila Target Pembangunan Nasional Tak Tercapai

Nasional
PDI-P Tepis Jokowi Dukung Prabowo untuk Pilpres 2024

PDI-P Tepis Jokowi Dukung Prabowo untuk Pilpres 2024

Nasional
Kompolnas Minta Komandan yang Diduga Minta Setoran ke Bripka Andry Diperiksa

Kompolnas Minta Komandan yang Diduga Minta Setoran ke Bripka Andry Diperiksa

Nasional
KPK Duga Sekretaris MA Hasbi Hasan Ikut Nikmati Aliran Suap Hakim Agung Rp 11,2 M

KPK Duga Sekretaris MA Hasbi Hasan Ikut Nikmati Aliran Suap Hakim Agung Rp 11,2 M

Nasional
Eks Komisaris Wika Beton Diduga Terima 7 Kali Transferan Senilai Rp 11,2 M Terkait Suap Hakim Agung

Eks Komisaris Wika Beton Diduga Terima 7 Kali Transferan Senilai Rp 11,2 M Terkait Suap Hakim Agung

Nasional
Pemkot Jambi Laporkan Siswi SMP ke Polisi, Menko PMK: Kritik Itu Penting

Pemkot Jambi Laporkan Siswi SMP ke Polisi, Menko PMK: Kritik Itu Penting

Nasional
IPW Desak Kapolri Berantas Praktek Bawahan Setor Uang ke Atasan

IPW Desak Kapolri Berantas Praktek Bawahan Setor Uang ke Atasan

Nasional
Mahfud Nyatakan Satgas TPPU Masih Bekerja, Kasus Rafael Alun Dibuka Terus

Mahfud Nyatakan Satgas TPPU Masih Bekerja, Kasus Rafael Alun Dibuka Terus

Nasional
Update 6 Juni: Kasus Covid-19 Bertambah 362 dalam Sehari, Totalnya Jadi 6.809.130

Update 6 Juni: Kasus Covid-19 Bertambah 362 dalam Sehari, Totalnya Jadi 6.809.130

Nasional
Pemerintah Terima 36 Mobil Listrik BMW Seri 7 untuk KTT ASEAN Plus

Pemerintah Terima 36 Mobil Listrik BMW Seri 7 untuk KTT ASEAN Plus

Nasional
KPU: Sumbangan Dana Kampanye Tetap Wajib Dilaporkan

KPU: Sumbangan Dana Kampanye Tetap Wajib Dilaporkan

Nasional
Senyum Merekah Megawati Beri Kado untuk Jokowi, Foto Deklarasi Ganjar Capres

Senyum Merekah Megawati Beri Kado untuk Jokowi, Foto Deklarasi Ganjar Capres

Nasional
KPK Tahan Eks Komisaris PT Wika Beton yang Jadi Penghubung Suap Hakim Agung

KPK Tahan Eks Komisaris PT Wika Beton yang Jadi Penghubung Suap Hakim Agung

Nasional
Usulan Kenaikan Anggaran Polri untuk Amankan Pemilu 2024 dan DOB Papua

Usulan Kenaikan Anggaran Polri untuk Amankan Pemilu 2024 dan DOB Papua

Nasional
BMKG Minta Masyarakat Waspadai Potensi Curah Hujan Sangat Rendah September Nanti

BMKG Minta Masyarakat Waspadai Potensi Curah Hujan Sangat Rendah September Nanti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com