JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengeklaim bahwa memori banding yang diajukan atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 757/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST merupakan bentuk keseriusan mereka menjalani proses hukum.
Sebelumnya, anggapan mengenai ketidakseriusan KPU sempat mencuat.
"Banding yang dilakukan oleh KPU sebagai bentuk keseriusan KPU dalam menghadapi dan menyikapi gugatan yang diajukan oleh PRIMA (Partai Rakyat Adil Makmur)," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochamad Afifuddin, kepada wartawan pada Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Banding Putusan Pemilu Ditunda, KPU Pertanyakan Kompetensi Absolut PN Jakpus
"Selanjutnya, KPU menunggu putusan dari hakim Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap banding yang diajukan," lanjutnya.
Banding yang diajukan KPU sudah diterima oleh PN Jakpus sebagai pengadilan pengaju pada hari ini, dibuktikan dengan Akta Pernyataan Banding Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 4/SRT.PDT.BDG/2023.
Sebelumnya, dalam penyerahan memori banding, KPU RI diwakili oleh Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Andi Krisna, sebagai pihak yang diberi kuasa oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
Baca juga: KPU Resmi Banding Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu
Diberitakan, PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berimbas pada penundaan pemilu.
PRIMA sebelumnya merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.
Selain itu, KPU RI juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka pun dihukum membayar ganti rugi Rp 500 juta terhadap partai politik besutan eks aktivis, Agus Jabo Priyono itu.
KPU juga menuai kritik lantaran tidak mengirim saksi/ahli dalam rangkaian persidangan di PN Jakpus karena merasa menjadi pihak yang terlibat langsung dalam masalah yang dihadapi PRIMA, sedangkan PRIMA mengirim 2 saksi yang keterangannya dipertimbangkan majelis hakim.
Berbagai komentar miring dialamatkan terhadap majelis hakim yang dianggap tidak kompeten karena telah mengadili perkara perdata di luar yurisdiksi dan berdampak secara umum ke tahapan kepemiluan.
Sementara itu, di level politik, sejumlah pengamat dan politikus menilai bahwa ada intervensi dari penguasa terhadap PN Jakpus untuk memuluskan agenda penundaan Pemilu 2024.
Baca juga: Dukung KPU Banding, AHY Tolak Penundaan Pemilu 2024 dan Perahu Koalisi Siap Berlayar
Presiden RI Joko Widodo mengeklaim bahwa pemerintah mendukung upaya KPU untuk mengajukan banding.
Anggapan KPU tak serius
Sebelumnya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengadukan 7 pimpinan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (7/3/2023).
Mereka menilai KPU lalai dalam mempersiapkan bukti menghadapi gugatan perdata PRIMA yang disidangkan di PN Jakpus.
Kelalaian ini dianggap menjadi sebab PN Jakpus pada akhirnya memenangkan PRIMA dalam gugatan ini dan menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum serta menghukumnya menunda Pemilu 2024.
"Kami tidak hanya melihat dari sisi majelis hakimnya saja, tapi kelalaian KPU mempersiapkan alat bukti," ujar Kepala Bidang Polhukam PP KAMMI, Rizki Agus Saputra, ditemui wartawan setelah menyerahkan aduan atas para komisioner KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (7/3/2023).
"Dia (KPU) hanya fokus terhadap partai yang tidak lolos verifikasi saja (PRIMA) dan fokus terhadap kewenangan absolut yang dimiliki oleh hakim," tambahnya.
KAMMI menilai bahwa KPU RI sejak awal seharusnya mengadukan majelis hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial karena bersikeras menganggap diri berwenang mengadili gugatan perdata dari PRIMA dan menganggap gugatan partai tersebut tidak kabur.
Baca juga: Selain Banding untuk Kasus di PN Jakpus, KPU Hadapi PK Partai Prima di MA
Sebab, KPU RI sejak awal telah menganggap PN Jakpus tak berwenang mengadili perkara ini. Hal itu disampaikan oleh KPU lewat eksepsi mereka yang ditolak majelis hakim PN Jakpus.
Setelahnya, dalam rangkaian persidangan, KPU RI tidak mengirim saksi sama sekali, meskipun telah menyertakan puluhan alat bukti ke PN Jakpus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.