Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Fokus Cari Perusahan Konsultan Pajak yang Sahamnya Dimiliki Pegawai Kemenkeu

Kompas.com - 09/03/2023, 23:11 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) fokus mencari perusahaan konsultan pajak yang sahamnya dimiliki pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Baru-baru ini, KPK mengungkap bahwa 134 pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan. Sebanyak dua dari 280 perusahaan itu merupakan konsultan pajak.

“Kita fokus mana yang perusahaan konsultan (pajak). Paling bahaya itu soalnya,” ujar Pahala saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Baca juga: KPK: Menteri PUPR Akan Copot 5 Orang BPJT yang Jadi Komisaris Perusahaan Tol

Pahala mengatakan, kerja-kerja pegawai Ditjen Pajak berhubungan dengan wajib pajak.

Oleh karena itu, mereka rawan terlibat korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi.

Adapun Ditjen Pajak mendapat tugas dari negara untuk memungut pajak dalam jumlah semaksimal mungkin.

Sementara itu, wajib pajak berkepentingan membayar pajak dalam jumlah kecil.

“Muncul risiko begitu dia ketemu bahwa yang ini mau sedikit banget yang ini mau banyak banget,” ucap Pahala.

Menurut Pahala, pegawai Ditjen Pajak bukan saja tidak etis memiliki perusahaan konsultan pajak.

Mereka bisa menyarankan agar pihak wajib pajak yang merasa kebingungan saat mengurus pembayaran pajak berkonsultasi dengan perusahaannya.

Menurut Pahala, lebih dari itu, perusahaan konsultan pajak juga bisa menjadi salah satu sarana pegawai Ditjen Pajak menyembunyikan transaksi suap atau gratifikasi.

“Kan itu tidak etis, plus dia buka peluang untuk menyamarkan,” ujar Pahala.

Baca juga: Periksa Sekretaris MA Hasbi Hasan, KPK Dalami Penanganan Perkara

Kepemilikan perusahaan konsultan pajak juga membuka peluang konflik kepentingan hingga modus-modus pencucian uang.

Aliran uang suap dan gratifikasi menjadi sulit dilacak dan dibuktikan karena melalui berbagai pihak yang dibuat seakan-akan transaksi sah.

“Betul (konflik kepentingan) dan dia memperlebar risikonya, tadinya risiko cuma kalo dia kasih uang ke saya jadi lebih susah lagi risikonya karena bisa tangan ke konsultan, ke konsultan lagi, baru ke saya oh hilang jejaknya,” kata Pahala.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com