Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Disebut Beli Lahan di Serpong Pakai Nama Pedagang Batu Cincin

Kompas.com - 07/03/2023, 17:01 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji disebut membeli tiga bidang lahan di daerah Serpong, Tangerang Selatan, Banten menggunakan nama H Fatoni, seorang pedagang batu cincin.

Hal itu terungkap dari keterangan Fatoni yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi terkait pengurusan pajak di Ditjen Pajak yang menjerat Angin Prayitno.

"Pernah enggak Saudara diminta tolong untuk membeli sesuatu yang tidak bergerak seperti tanah?" kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Henri dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).

"Pernah" jawab Fatoni.

"Ada? berapa bidang?" timpal hakim Fahzal.

"Waduh banyak Pak," kata Fatoni.

Baca juga: Angin Prayitno Aji Sebut Kenal dengan Rafael Alun, Tak Tahu Ada “Geng” di Ditjen Pajak

Hakim Fahzal lantas menjelaskan bahwa tujuan Fatoni dihadirkan dalam persidangan yakni untuk menggali transaksi jual-beli yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji.

Hakim pun menanyakan berapa banyak lahan yang pernah dibeli oleh eks pejabat Ditjen Pajak itu menggunakan nama Fatoni.

"Sejak kapan Pak Haji Fatoni diminta tolong oleh Pak Angin untuk membeli tanah? di mana saja?" kata hakim Fahzal.

"2016-2017 Pak, (pembeliannya ada) di Leuwiliang, Bogor, di Serpong juga," kata Fatoni.

Lebih lanjut, hakim meminta Fatoni untuk menjelaskan satu per satu lahan yang dibeli oleh Angin menggunakan namanya.

Fatoni pun mengungkapkan, pertama kali melakukan transaksi, ia membeli tiga lahan dari uang Angin Prayitno Aji di wilayah Serpong.

"Itu lokasi tanah sudah dihubungi terlebih dahulu oleh Pak Angin? Baru saudara disuruh ke sana?" kata hakim.

"Betul," timpal Fatoni.

Baca juga: Eks Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Didakwa Terima Gratifikasi Rp 29,5 M

Hakim terus menggali lebih jauh perihal nominal atas transaksi pembelian tanah di wilayah Serpong tersebut.

Namun, Fatoni mengaku lupa berapa harga tanah yang ia beli. Fatoni mengatakan, total ada tiga bidang tanah dengan luas 900 meter, 50 meter dan 50 meter dengan jarak berdekatan yang dibeli atas namanya untuk Angin Prayitno Aji.

"Berapa jadinya jual belinya itu? setelah saudara negosiasi dengan dia," cecar hakim.

"Waduh, saya lupa," kata Fatoni.

"Atas nama siapa?" ujar hakim.

"Atas nama saya," kata Fatoni.

"Atas nama Saudara, uangnya uang Pak Angin?" kata hakim lagi.

"Betul, itu atas nama saya, ada tiga nama," ucap Fatoni.

Dalam kasus ini, Angin Prayitno Aji didakwa menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari 6 perusahaan dan 1 perorangan.

Baca juga: Penyuap Eks Pejabat Kemenkeu Angin Prayitno Segera Disidang

 

Jaksa KPK Yoga Pratama menyebutkan bahwa 7 pihak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno merupakan para wajib pajak.

“Total (gratifikasi) yang diterima terdakwa seluruhnya sejumlah Rp 29.505.167.100,” kata Yoga dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023).

Yoga mengatakan, saat menjabat sebagai Direktur P2, Angin mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak.

Ia memerintahkan bawahannya, Kasubdit dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa Tim Pemeriksa Pajak.

Fee yang diperoleh itu kemudian dibagikan untuk pejabat struktural dengan jatah terbesar untuk Angin dan para kasubdit, yakni 50 persen.

Sementara itu, 50 persen sisanya dibagikan kepada Tim Pemeriksa. Adapun anggota Tim Pemeriksa itu antara lain Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.

Mereka kemudian memeriksa para wajib pajak bersama Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019.

Baca juga: Angin Prayitno Diduga Gunakan Identitas Lain Saat Beli Aset, Perwakilan Diler Volkswagen di Jakarta Diperiksa

Angin, Dadan Ramdani, dan anggota Tim Pemeriksa diduga menerima fee dari 6 perusahaan dan 1 perorangan wajib pajak.

Perusahaan itu antara lai, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net.

Di sisi lain, Angin diduga mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya.

Angin mengubah bentuk uang "panas" itu menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, 1 apartemen, dan 1 mobil.

“Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan,” kata Yoga.

Menurut Yoga, dalam operasi pencucian uang itu, Angin menggunakan nama orang lain bernama H. Fatoni, kelima anak H. Fatoni, menantu, adik ipar, hingga keponakannya.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Angin dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Jaksa juga mendakwa Angin dengan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com