Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Aturan yang Dilanggar dalam Putusan Penundaan Pemilu PN Jakarta Pusat

Kompas.com - 04/03/2023, 15:38 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan bahwa banyak aturan yang dilanggar dalam putusan penundaan pemilu yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia mengatakan, salah satu contohnya adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.

"Banyak aturan yang dilanggar, salah satunya yang paling penting dilanggar oleh PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat adalah Pasal 10-11 Peraturan MA nomor 2 tahun 2019 yang sudah mengubah kompetensi dan yurisdiksi PN dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH)," ucap Feri dalam diskusi MNC Trijaya, Sabtu (4/3/2023).

"Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa jika kemudian ada yang mengajukan perkara PMH ke PN, maka PN akan melimpahkannya ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," sambung dia.

Baca juga: Soal Putusan PN Jakpus, Mahfud MD: Ilmunya Salah Ini, Sudah Jelas Pemilu Itu di PTUN Kok Dia yang Putuskan?

Apabila Pengadilan Negeri terlanjur menjalankan perkara, Feri mengatakan harus diputuskan tidak bisa diterima atau tidak terpenuhi syarat-syarat.

Putusan tersebut mutlak karena Pengadilan Negeri tidak memiliki kompetensi atas perkara yang dilayangkan penggugat.

"Dua aturan ini sudah jelas sudah ada tradisi di PN untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN, rata-rata semua ditolak, boleh dilihat catatannya ya soal PMH yang kemudian dialihkan ke PTUN," ucap dia.

Sebab itu, kata Feri, sudah sangat jelas putusan yang dibuat PN Jakarta Pusat melanggar aturan yang ada.

Inilah yang membuat putusan penundaan pemilu dinilai sangat aneh oleh masyarakat khususnya pemerhati hukum.

"Makanya aneh nih tiba-tiba khusus untuk PMH ini diajukan ke PN Jakpus lalu dijalankan bahkan diputuskan perkaranya. Jadi ini sudah dilanggar," ucap dia.

Baca juga: Putusan PN Jakpus Diduga Upaya Lanjutan Operasi Kekuasaan buat Tunda Pemilu, Prima Hanya Pion

Pelanggaran kedua adalah terkait dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 E ayat 1 yang membahas tentang Pemilihan Umum.

"Kemudian yang sudah dilanggar lebih dahsyat adalah UU 1945, Pasal 22 E ayat 1 itu jelas menyebutkan asas pemilu itu Luberjurdil dan dilaksanakan 5 tahun sekali asas keberkalaan pemilu," imbuh Feri.

"Ini dilabrak oleh putusan ini, dan yang hebatnya MA dan MK bahkan tidak punya kewenangan untuk penundaan pemilu," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, PN Jakpus memenangkan Prima atas gugatan perdata mereka terhadap KPU, Kamis (2/3/2022).

Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Adapun Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Baca juga: Wacana Berulang Penundaan Pemilu: Dulu Dibunyikan Menteri Jokowi, Kini Lewat Putusan Pengadilan

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Terkini, Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo mengatakan, putusan gugatan Partai Prima terhadap KPU belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Zulkifli mengatakan, masih banyak ruang bagi pihak tergugat dalam hal ini KPU untuk melakukan upaya hukum lanjutan seperti banding dan kasasi jika tidak sependapat dengan putusan yang telah diketuk oleh majelis hakim tersebut.

"Jadi upayanya itu ada banding, ada kasasi, ini bukan sengketa partai politik ya. Ini adalah sengketa gugatan melawan hukum,” kata Zulkifli saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis malam.

“Saya dengar dalam putusan ini KPU sudah menyatakan banding. Tentu kita akan tunggu putusannya apakah Pengadilan Tinggi DKI sependapat dengan PN Jakarta Pusat kita tunggu lagi," ucapnya.

Kendati demikian, PN Jakarta Pusat membantah adanya putusan pengadilan yang memerintahkan KPU untuk melakukan penundaan Pemilu 2024. Zulkifli menegaskan, amar putusan atas gugatan Prima adalah menghukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com