Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi UI Minta Pemerintah Bergerak, Pastikan Agenda Penundaan Pemilu Tak Dapat Dukungan

Kompas.com - 03/03/2023, 22:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Doktor ilmu politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai bahwa pemerintah harus bergerak merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengulang tahapan Pemilu 2024 yang sedang berlangsung, yang berimbas pada penundaan pemilu.

Sebelumnya, putusan ini berangkat dari gugatan perdata nomor register 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap jajaran KPU.

PRIMA merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

"Di luar KPU akan menyelesaikan persoalan hukum terkait hal di atas, maka seyogianya pemerintah pun harus turun tangan memastikan bahwa semua agenda yang diindikasikan untuk menunda pemilu tidak akan terjadi," kata Aditya dalam keterangan tertulis pada Jumat (3/3/2023).

Baca juga: Sayangkan Putusan PN Jakpus soal Penudaan Pemilu, PSI: Kita Sudah Siap Menang di 2024

Menurut dia, pemerintah harus memastikan bahwa segala manuver untuk menunda pemilu tidak memperoleh dukungan dalam bentuk apa pun.

"Ini harus dinyatakan sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mendukung penyelenggaraan pemilu nanti," ia menambahkan.


Aditya memperkirakan bahwa publik akan terus bereaksi negatif terhadap upaya siapa pun yang menginginkan penundaan pemilu yang notabene melangkahi amanat UUD 1945.

Perkiraan ini berdasarkan hasil survei nasional lembaga Algoritma pada Desember 2022, lembaga di mana Aditya tercatat sebagai direktur eksekutifnya.

Baca juga: Pemilu Ditunda Tak Menguntungkan bagi Partai dan Capres, Biaya Politik Bakal Meningkat

"Survei Nasional Algoritma di bulan Desember 2022 menyatakan bahwa lebih dari tiga perempat masyarakat menolak penundaan pemilu," kata Aditya.

"Dan 66 persen tidak setuju perpanjangan masa jabatan presiden," tambahnya.

Dengan data ini, maka ia mengaku tidak heran bila PN Jakpus menjadi bulan-bulanan karena telah memicu kemarahan dan kekecewaan publik.

Apalagi, PN Jakpus dinilai telah bertindak melampaui kewenangannya dengan memutuskan penundaan pemilu.

"Isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden adalah isu politik yang sensitif di mata publik saat ini," ucap Aditya.


Sejauh ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, sudah mengeluarkan pernyataan. Ia menilai PN Jakpus bertindak terlalu jauh.

"PN Jakpus membuat sensasi berlebihan," kata eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu dalam keterangannya, Kamis (2/3/2023) petang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com