Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Gesit Usut Harta Rafael Alun Hindari Dugaan Pidana Kedaluwarsa

Kompas.com - 02/03/2023, 16:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai harus bergerak cepat buat mendalami kekayaan tidak wajar terhadap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo, supaya jika ditemukan kejahatan pokoknya tidak kedaluwarsa dan bisa dibawa ke pengadilan.

"Jika (kejahatan pokok) sudah dapat dibuktikan, maka memungkinkan untuk dilakukan penuntutan. KPK harus gerak cepat supaya perbuatan pidananya belum kedaluwarsa," kata ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/3/2023).

KPK kemarin memanggil Rafael buat meminta klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebesar Rp 56,1 miliar.

Dalam proses klarifikasi itu, KPK menyatakan masih mencari bukti apakah asal-usul harta kekayaan Rafael yang diduga tidak wajar terindikasi dari hasil kejahatan seperti korupsi.

Baca juga: KPK soal Pelat Harley-Davidson Rafael Alun Trisambodo B 6000 LAM: Fix Bodong

Maka dari itu, KPK melacak sumber perolehan harta Rafael dengan cara mundur hingga sebelum dia menjadi pejabat golongan eselon II di DJP Kementerian Keuangan.

Bahkan menurut KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mendeteksi kejanggalan transaksi Rafael sejak 2003.

Menurut Pasal 78 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penuntutan sebuah dugaan tindak pidana bisa dihapus karena kedaluwarsa.

Baca juga: Habis Rafael dari Pajak, Kini Muncul Eko Wakili Bea Cukai

Kriteria masa kedaluwarsa penuntutan sebuah kasus pidana menurut pasal itu adalah:

  1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
  2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
  3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
  4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

Abdul mengatakan, jika KPK menemukan bukti terjadi tindak pidana dalam proses klarifikasi terhadap Rafael mengenai harta kekayaannya, maka sebagai penegak hukum mereka berhak menyita dan kemudian perkara itu dilimpahkan ke dalam proses penyidikan dengan penetapan tersangka.

Baca juga: 8,5 Jam KPK Selisik Kejanggalan Harta Kekayaan Rafael Alun

Selain itu, kata Abdul, proses klarifikasi harta kekayaan Rafael memang harus dilakukan secara mundur guna melacak apakah terdapat indikasi diperoleh dari tindak kejahatan.

"Jika perolehannya ilegal, maka dapat dipastikan itu korupsi. Penuntutan bisa dilakukan. Tetapi jika sudah terlanjur disamarkan kepemilikannya, maka KPK harus menggunakan sangkaan TPPU (pencucian uang), tetapi tetap dengan dukungan alat bukti (saksi, ahli, surat, keterangan tersangka dan petunjuk)," ujar Abdul.

Kasus dugaan kekayaan tidak wajar Rafael terkuak setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio (20), ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan terhadap D (17).

Berawal dari kasus itu, gaya hidup mewah Mario yang kerap memamerkan mobil mewah dan sepeda motor besar melalui media sosial terungkap.

Setelah itu profil kekayaan Rafael terungkap dan diduga tidak wajar berdasarkan profil pendapatan dan golongan jabatannya di DJP.

Baca juga: KPK Dalami Aset Rafael di Yogyakarta: Jumlahnya Enggak Istimewa tapi Utangnya Istimewa

Dalam proses klarifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kejanggalan transaksi Rafael Alun sudah dideteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2003 silam.

Halaman:


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com