Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Penyanderaan Pilot Susi Air dan Senjata Makan Tuan OPM | Richard Eliezer Batal Mendekam di Lapas Salemba

Kompas.com - 01/03/2023, 05:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyanderaan pilot maskapai Susi Air, Kapten Philips Max Mehrtens, oleh kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB – OPM) di hutan Nduga, Papua, sudah mencapai lebih dari 20 hari.

TNI dan Polri dilaporkan sudah menyiapkan pasukan gabungan buat menjalankan misi pembebasan sandera. Namun, perwakilan diplomatik Selandia Baru meminta supaya mengutamakan upaya negosiasi ketimbang mengerahkan aparat keamanan.

Di sisi lain, kelompok TPNPB-OPM menuntut supaya pemerintah menyediakan senjata dan uang bagi mereka sebagai tebusan untuk Philips. Penyanderaan itu juga dinilai merugikan kelompok separatis itu.

Baca juga: Pilot Susi Air Tak Kunjung Dibebaskan, Panglima TNI: KKB Berbaur dengan Masyarakat

1. Penculikan Pilot Susi Air: Senjata Makan Tuan bagi OPM

Penyanderaan pilot Susi Air yang dilakukan oleh TPNPB – OPM justru menjadi bukti kuat bahwa kelompok ini tidak memiliki strategi yang matang untuk meraih tujuannya dan cenderung bergerak secara sporadis.

Aksi penyanderaan ini seakan menjadi senjata makan tuan bila dikaitkan dengan salah satu tujuan politiknya dalam menarik dukungan lebih dari komunitas internasional.

Mengapa demikian? Dukungan bagi gerakan-gerakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) OPM ini sebenarnya tidak hanya berasal dari berbagai pihak di internal masyarakat.

Dukungan juga datang dari dunia internasional atas dasar perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat Papua.

Baca juga: Hari Ke-20 Pencarian Pilot Susi Air, Panglima TNI: KKB Berpindah-pindah, Tidak Mudah

Penyanderaan yang dilakukan terhadap pilot berkebangsaan Selandia Baru ini justru berpotensi menjadi backfire bagi kelompok OPM itu sendiri.

Berkembangnya kasus penyanderaan ini menjadi urusan diplomatik berpotensi menghasilkan preseden dan narasi yang buruk bagi OPM di mata negara pendukungnya, khususnya Selandia Baru.

Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi Indonesia dalam membuka mata dunia terkait tindakan OPM yang justru mengancam keselamatan masyarakat, tak peduli apapun latar belakangnya.

Selain itu, Presiden Sementara Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP), Benny Wenda, justru menjadi sorotan setelah pernyataannya yang tidak mendukung gerakan penyanderaan yang dilakukan OPM terhadap Pilot Susi Air tersebut.

Baca juga: Penyelamatan Pilot Susi Air, Jubir OPM: Kami Siap Hadapi TNI-Polri bila Negosiasi Gagal

Ia justru meminta kepada TPNPB-OPM agar Kapten Philip dibebaskan, karena menilai bahwa Selandia Baru bukanlah ancaman bagi Papua Barat.

Seruan ini, sayangnya, justru tidak diindahkan sama sekali oleh kelompok TPNPB-OPM, dengan menyebut bahwa mereka tidak mengakui Benny Wenda sebagai bagian dari mereka.

Sudah seharusnya pemerintah dapat menggunakan momen penyanderaan ini, dengan tentunya tambahan justifikasi yang tepat, sebagai momentum untuk dapat membuka mata dunia bahwa gerakan OPM tidaklah didasari atas keinginan kolektif masyarakat Papua untuk merdeka, melainkan oleh ketidakpuasan sebagian kelompok saja.

Selain itu, cara-cara OPM dalam melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat serta penyanderaan terhadap warga asing harus terus digaungkan, agar menutup celah bagi gerakan ini untuk mengembangkan narasi dan mencari dukungan yang lebih luas di dunia internasional.

Upaya dalam memberantas segala bentuk gerakan separatisme tidak selalu harus menggunakan hard approach, akan tetapi juga dengan menghadang segala bentuk upaya mereka dalam meraih dukungan internasional.

Baca juga: Mahfud MD soal KKB Minta Senjata untuk Syarat Pembebasan Kapten Philip: Bodoh Benar kalau Kita Kasih

2. Richard Eliezer Batal Mendekam di Lapas Salemba karena Faktor Keamanan

Terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Bharada Richard Eliezer, dikembalikan lagi ke Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

Richard batal mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta, karena faktor keamanan.

"Sudah kembali lagi Richard ke Rutan Bareskrim," ujar Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/2/2023).

Susi mengungkapkan, batalnya Richard menjalani masa penahanan di Lapas Salemba juga atas rekomendasi LPSK dengan pertimbangan faktor keselamatan.

Menurut Susi, faktor keselamatan tetap menjadi pertimbangan LPSK mengingat jumlah penghuni di Lapas Salemba lebih banyak ketimbang di Rutan Bareskrim.

Baca juga: Eliezer Dititipkan di Rutan Bareskrim, Wamenkumham: Bukan Persoalan LP Salemba Aman atau Tidak

Dengan begitu, pengawasan dan perlindungan akan mudah dilakukan apabila Richard ditahan di Rutan Bareskrim.

Susi juga menyatakan bahwa ancaman terhadap Richard bisa muncul kapan saja sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi.

“Kami antisipasi saja. Kalau dengan jumlah orang lebih sedikit kan lebih mudah melakukan pengawasan dan pengamanan,” kata Susi.

Di sisi lain, penahanan Richard di Rutan Bareskrim juga dianggap akan mendekatkan dirinya dengan instansi asalnya.

Baca juga: Polri: Richard Eliezer Akan Menjalani Sisa Hukumannya di Rutan Bareskrim

Hal ini dinilai bisa membuat Richard lebih bisa menyiapkan diri saat kembali bertugas.

“Penempatan di rutan Bareskrim juga mendekatkan Richard dengan korps Polri-nya sebagai persiapan nanti dia bertugas kembali,” imbuh Susi.

Sebelumnya, Richard dipindahkan secara diam-diam dari Rutan Bareskrim Polri ke Lapas Salemba pada Senin siang kemarin.

Eksekusi penahanan ini dilakukan setelah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap.

Baca juga: Ditjenpas: Atas Rekomendasi LPSK, Richard Eliezer Dititipkan di Rutan Bareskrim

Ini terjadi setelah pihak Kejaksaan dan Richard sama-sama menerima vonis majelis hakim. Mantan ajudan Ferdy Sambo itu divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Yosua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com